zakat peringanan

8.    Zakat Perniagaan-Zakat Perdagangan
"Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." ( HR. Abu Dawud )
Ketentuan zakat perdagangan:
1.    Berjalan 1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.
2.    Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu senilai 85 gr emas
3.    Kadarnya zakat sebesar 2,5 %
4.    Dapat dibayar dengan uang atau barang
5.    Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
Perhitungan :(Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian) x 2,5 %
Contoh :
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 75.000,- = Rp 6.375.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat :
Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini :
1.    Kekayaan dalam bentuk barang
2.    Uang tunai
3.    Piutang
Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak.
Contoh :
Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb :
-    Sofa atau Mebel belum terjual 5 set Rp 10.000.000
-    Uang tunai Rp 15.000.000
-    Piutang Rp 2.000.000
-    Jumlah Rp 27.000.000
-    Utang & Pajak Rp 7.000.000
-    Saldo Rp 20.000.000
-    Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,-
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang)
Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara:
Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti taksi, kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %.
Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
9.    Zakat Perusahaan
Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya dalam zakat perusahaan bersifat kolektif. Dengan kriteria sebagai berikut :
1.    Jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %
2.    Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk penghasilan bersih.
Catatan :Bila dalam perusahaan tersebut ada penyertaan modal dari pegawai non muslim maka penghitungan zakat setelah dikurangi kepemilikan modal atau keuntungan dari pegawai non muslim

Nishab dan Kadar Zakat Yang Di Keluarkan

Terdapat beberapa pendapat atas dasar hadist jenis tananaman yang terkena zakat diatas:
1.    Hasil pertanian yang terkena wajib pajak ialah hanya seperti tersebut diatas (gandum, padi, kurma dan anggur kering) à Pendapat Hasan Bashri
2.    Hasil pertanian yang tumbuh-tumbuhan atau tanaman merupakan makanan pokok (pendapat Imam Syafi’i).
3.    Hasil pertanian yang tanamannya bernilai ekonomis baik makanan pokok atau sayur-sayuran dan buah-buahan kecuali rumput dan pohon yang tidak berbuah.

e.    Kekayaan Laut
Ma'din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah,


tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll.

f.    Rikaz/ Barang temuan
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.

3.    Zakat Profesi/Pendapatan
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswasta, dll.
Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat.
Perhitungan Zakat Pendapatan/Profesi
Nisab zakat pendapatan / profesi setara dengan nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras, kadar zakatnya sebesar 2,5 %. Waktu untuk mengeluarkan zakat profesi pada setiap kali menerima diqiyaskan dengan waktu pengeluaran zakat tanaman yaitu setiap kali panen. "Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya ( dengan dikeluar kan zakat nya ). ( QS : Al-An'am : 141 ).
Contoh perhitungan:
§    Nisab sebesar 520 kg beras, asumsi harga beras 2000 jadi nilai nisab sebesar 520 x 2000 = 1.400.000
§    Jumlah pendapatan perbulan Rp 2.000.000,-
§    Zakat atas pendapatan ( karena telah mencapai nisab ) 2,5 % x 2.000.000,- = 50.000,-

4.    Zakat Uang Simpanan
Uang simpanan ( baik tabungan, deposito, dll ) dikenakan zakat dari jumlah terendah bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai dengan 85 gr emas ( asumsi 1 gr emas Rp 75.000, nisab sebesar Rp 6.375.000 ). Kadarnya zakatnya sebesar 2,5 %.

Uang Tabungan
Tanggal    Masuk    Keluar    Saldo
01/03/99    20.000.000         20.000.000
25/03/99         2.000.000    18.000.000
20/05/99         5.000.000    13.000.000
01/06/99    200.000*         13.200.000
12/09/99         1.000.000    12.200.000
11/10/99    2.000.000         14.200.000
31/02/00    1.000.000         15.200.000
* Bagi hasil

harta (maal)

2.    Harta (maal) yang Wajib di Zakati

a.    Binatang Ternak
Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba).

b.    Emas Dan Perak
Nishabnya ialah 85 gr emas murni dalam satu tahun = zakatnya 2,5%.
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak.
Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan yang digunakan, asal tidak berlebihan maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut.

c.    Barang Perniagaan/Perdagangan
Nishabnya ialah senilai 85 gram emas murni dalam satu tahun = zakatnya 2,5%
Barang perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjualbelikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll.
Contoh: Jika Pak Amat berjualan beras dengan modal sebesar Rp 2 jt dimulai pada bulan Februari 2003 maka pada bulan February 2004 ia harus menghitung seluruh aset jualbelinya (modal dan labanya). Jika misalnya menjadi Rp 4jt maka saat itu ia telah mencapai nishab (nilainya telah melebihi harga emas murni 85 gr) dan harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari Rp4jt = Rp 100rb. Jika ternyata ia merugi dan kemudian asetnya menjadi kurang dari nilai emas 85 gr maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat, sebab tidak memenuhi nishab.
Perniagaan tersebut dapat diusahakan secara perorangan atau perserikatan seperti : CV, PT, Koperasi, dsb.

d.    Hasil Pertanian
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS Al Baqarah : 267)
“Bahwa Rasulullah mengutus mereka ke Yaman untuk mengajari mereka tentang agama. Maka mereka dititahkan agar tidak memungut zakat kecuali dari empat macam ini : gandum, padi, kurma dan anggur kering.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim, Thabrani yang mengatakan perawinya dapat dipercaya dan hadist ini muttashil)
“Bahwa Abdulllah bin Mughirah bermaksud hendak memungut zakat dari hasil tanah Musa bin Thalhah berupa sayur-mayur. Maka kata Musa bin Thalhah: “Tidak dapat anda memungutnya, karena Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa tidak wajib zakat pada sayur-sayuran.” (Diriwayatkan oleh Daruquthni, Hakim dan hadist ini mursal dan kuat).

macam-macam zakat

MACAM-MACAM ZAKAT
1.    Zakat Nafs disebut juga Zakat Fitrah
2.    Zakat Maal (harta) à sejumlah harta benda tertentu yang wajib dikeluarkan guna membersihkan kekayaan dan menyucikan pemiliknya
Jenis Zakat
1.    Zakat Fitrah/Fidyah
Zakat Nafs (jiwa), disebut juga Zakat Fitrah à Zakat pribadi yang harus dikeluarkan pada bulan Ramadhan sebelum sholat ied.
Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi'i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.
Menurut mazhab hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang di makan.
Pembayaran zakat menurut jumhur 'ulama :
1.    Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
2.    Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal.
Keterangan: Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang dibolehkan oleh syaria't dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa.
2.    Zakat Maal
Zakat Maal (harta) à sejumlah harta benda tertentu yang wajib dikeluarkan guna membersihkan kekayaan dan menyucikan pemiliknya
1.    Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati :

MACAM-MACAM ZAKAT
1.    Zakat Nafs disebut juga Zakat Fitrah
2.    Zakat Maal (harta) à sejumlah harta benda tertentu yang wajib dikeluarkan guna membersihkan kekayaan dan menyucikan pemiliknya
Jenis Zakat
1.    Zakat Fitrah/Fidyah
Zakat Nafs (jiwa), disebut juga Zakat Fitrah à Zakat pribadi yang harus dikeluarkan pada bulan Ramadhan sebelum sholat ied.
Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi'i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.
Menurut mazhab hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang di makan.
Pembayaran zakat menurut jumhur 'ulama :
1.    Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
2.    Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal.
Keterangan: Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang dibolehkan oleh syaria't dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa.
2.    Zakat Maal
Zakat Maal (harta) à sejumlah harta benda tertentu yang wajib dikeluarkan guna membersihkan kekayaan dan menyucikan pemiliknya
1.    Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati :

1.    Zakat yang dikenakan pada harta ketika kita mendapatkannya, seperti hasil pertanian saat panennya, hasil temuan harta karun.
2.    Zakat yang dikenakan pada harta yang harus dibayarkan setelah “satu tahun kemudian” (atau menunggu haulnya), seperti zakat pada emas, perak, barang-barang perniagaan, serta ternak.
Awal perhitungan satu tahun terdapat dua pendapat :
1.    Dimulai dari saat terpenuhinya nishab yang cukup selama satu tahun, dan bila ditengah tahun terjadi kekurangan nishab, maka terputuslah hitungan tahunnya. Jika setelah itu nishabnya kembali cukup, maka hitungan awal tahunpun dihitung kembali dari saat cukupnya nishab itu. Demikian mazhab Malik, Ahmad, dan Jumhur.
2.    Perhitungannya dimulai dari adanya nishab pada awal tahun dan akhir tahun dan tidak peduli terjadinya kekurangan nishab dalam waktu satu tahun itu. Misl seseorang memeiliki 40 ekor kambing (sudah kena nishab) dan ditengah tahun kambingnya tinggal seekor, tetapi diawl tahun kambingnya kembali menjadi 40 ekor maka ia wajib mengeluarkan zakatnya (hitungan awal tahun tidak digeser atau dihitung ulang)
ORANG YANG MEMILIKI NISHAB TAPI BERHUTANG
Pendapat sebagian besar ulama mengatakan : Seseorang memiliki harta dari jenis yang wajib dizakati tapi ia berhutang, hendakalah ia menyisihkan lebih dahulu sebanyak hutangnya, lalu mengeluarkan zakat dari sisanya jika sampai nishab. Jika tidak, maka ia tidak wajib zakat.
BERNIAT SEBAGAI SYARAT DALAM MENUNAIKAN ZAKAT
“Setiap perbuatan itu adalah tergantung kepad niat dan setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya”. (Shahih Bukhari dan Muslim)
MENDOAKAN ORANG YANG BERZAKAT
Disunnatkan mendo’akan orang yang berzakat sewaktu menerima zakat. Berdasarkan firman Allah
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah 103)
“Bahwa Rasulullah saw bila diserahkan kepadanya zakat beliau berdoa: “Ya Allah limpahkanlah karunia atas mereka!” (Allahumma sholli alaihim). Juga ketika bapakku menyerahkan zakat kepadanya beliau berdoa: “Ya Allah limpahkanlah kurnia atas keluarga Abu Aufa” . (HR Ahmad)

hukum zakat (part l)

HUKUM BAGI YANG TIDAK MENUNAIKANNYA
1.    Zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah diakui umat Islam secara ijma’ bahkan Al Qur’an sering memasangkannya atau mensejajarkannya dengan shalat (aqimishholah wa atuzzakah) sehingga seseorang yang tidak menunaikan zakat karena ia mengingkari hukum wajibnya berzakat maka ia dinyatakan telah keluar dari agama Islam.
“Dari Abu Hurairah ra katanya: Setelah Rasulullah saw wafat dan Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah sepeninggalan beliau dan beberapa orang yang murtad dari bangsa Arab telah murtad, Umar bin Khatab mengatakan kepda Abu Bakar : “Mengapa engkau perangi orang-orang itu pdahal Rasulullah saw telah bersabda : “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mengucapkan “Tiada tuhan selain Allah” niscaya harta dan jiwanya terjamin kecuali menurut hak (keadilan) sedang perhitungannya dikembalikan kepada Allah”. Abu Bakr menjawab : “Demi Allah! Sesungguhnya akan saya perangi siap yang membedakan antara shalat dan zakat karena zakat itu adalah kewajiban yang berkenaan dengan harta. Demi Allah! Kalau mereka tidak mau mebayar zakat yang pernah dahulu mereka berikan kepada Rasulullah saw niscaya mereka akan saya perangi karena itu”. Kata Umar: “Demi Allah! Saya telah melihat bahwa Allah telah membukakan hati Abu Bakar untuk berperang, lalu saya mengetahui itulah yang benar”. (Shahih Bukhari Jilid IV)
2.    Seseorang yang tidak mengingkari wajibnya menunaikan zakat tetapi ia enggan untuk mengeluarkannya maka ia memikul dosa disebabkan keengganan itu tanpa mengeluarkannya dari Agama Islam. Dan hakim atau lembaga resmi hendaknya mengambil zakat itu secara paksa dan menjatuhkan ta’zir.
3.    Seseorang yang tidak menunaikan zakat karena ketidaktahuannya tentang hukum itu maka ia dimaafkan dan ia diwajibkan untuk menuntut ilmu untuk mengetahui kewajiban-kewajibannya itu.
ATAS SIAPA DIWAJIBKAN
Zakat wajib (fardhu) atas setiap muslim yang merdeka yang memiliki satu nishab (batas minimum terkena zakat) dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat.
SAATNYA JATUH TEMPO WAJIB ZAKAT
Menurut Abdari ada dua macam :

ANCAMAN BAGI YANG MENINGGALKANNYA
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّ كَثِيراً مِّنَ الأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَـذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ
“..Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At Taubah : 34-35)

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah s.a.w bersabda : “Tiada seorangpun yang menyimpan harta dan tak berkeinginan untuk mengeluarkan zakatnya kecuali akan dipanaskan harta itu di neraka jahanam dan akan dijadikan keping-kepingan lalu disetrikakan ke kedua pinggang dan keningnya samapi Allah mengadili hamba-hambaNya di suatu hari yang lamanya sama dengan lima puluh perhitungan sekarang kemudian akan dilihatkan nasibnya, apakah akan masuk syurga atau ataukah neraka.
Dan tidak seorangpun pemilik unta yang tidak membayarkan zakatnya kecuali akan ditelentangkan di sebuah lapangan yang amat luas lalu unta itu dihalaukan menginjak-injak tubuhnya. Setiap yang akhir selesai menginjaknya, kembali dihalau kepadanya. Demikianlah seterusnya samapai Allah meberi ketentuan tentang hamba-hambaNya yakni pada suatu hari yang lamanya sama dengan lima puluh tahun sekarang, kemudian akan dilihat nasibnya apakah akan masuk surga ataukah neraka.
Dan tidak seorangpun pemilik kambing yang tidak membayarkan zakatnya kecuali akan akan ditelentangkan di suatu lapangan yang amat luas dimana hewan-hewan itu akan menginjak-injaknya dengan kuku-kuku kakinya dan menanduknya dengan tanduknya sedang tidak seekorpun diantara kambing-kambing itu yang tanduknya melengkung atau tidak bertanduk…” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim)

pengertian zakat (part ll)

Pengertian Zakat Dan Perbedaannya Dengan Infaq dan Shadaqah
1.    Makna Zakat
    Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan:
   خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَ صَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
    "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.". (QS : At-Taubah : 103).
    Sedangkan istilah zakat berarti derma yang telah ditetapkan jenis, jumlah, dan waktu suatu kekayaan atau harta yang wajib diserahkan; dan pendayagunaannya pun ditentukan pula, yaitu dari umat Islam untuk umat Islam.
2.    Makna Infaq
    Pengertian infaq adalah lebih luas dan lebih umum dibanding dengan zakat. Tidak ditentukan jenisnya, jumlahnya dan waktunya suatu kekayaan atau harta harus didermakan. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk menetukan jenis harta, berapa jumlah yang yang sebaiknya diserahkan.
3.    Makna Shadaqah
    Adapun Shadaqoh mempunyai makna yang lebih luas lagi dibanding infaq. Shadaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi, misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya, menyalurkan syahwatnya pada istri dsb. Dan shadaqoh adalah ungkapan kejujuran (shiddiq) iman seseorang.

FIQH PRIORITAS
Zakat sifatnya wajib bagi setiap muslim yang hartanya telah memenuhi syarat tertentu sedangkan infaq atau shadaqah adalah sunnah. Dengan demikian ibadah wajib harus lebih dahulu setelah sunnah.

Mukadimah
Zakat merupakan salah satu pokok agama yang sangat penting dan strategis dalam Islam, karena zakat adalah rukun Islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Jika shalat berfungsi untuk membentuk keshalihan dari sisi pribadi seperti mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar, maka zakat berfungsi membentuk keshalihan dalam sistem sosial kemasyarakatan seperti memberantas kemiskinan, menumbuhkan rasa kepedulian dan cinta kasih terhadap golongan yang lebih lemah. Pembentukan keshalihan pribadi dan keshalihan dalam sistem masyarakat inilah salah satu tujuan diturunkannya Risalah Islam sebagai rahmatallil ‘alamin oleh Allah SWT kepada manusia.
Dengan zakat, Allah SWT menghendaki kebaikan kehidupan manusia dengan ajaran-Nya agar hidup tolong menolong, gotong royong dan selalu menjalin persaudaraan. Adanya perbedaan harta, kekayaan dan status sosial dalam kehidupan adalah sunatullah yang tidak mungkin dihilangkan sama sekali. Bahkan adanya perbedaan status sosial itulah manusia membutuhkan antara satu dengan lainnya. Dan zakat (juga infaq dan shadaqah) adalah salah satu instrumen paling efektif untuk menyatukan umat manusia dalam naungan kecintaan dan kedamaian hidupnya di dunia, untuk menggapai kebaikan di akhirat.

terorisme (part v)

terorisme tak beranjak dari negeri ini. Jumat 17 Juli 2009 lalu bom diledakkan di Mega Kuningan Jakarta, membantai sembilan jiwa dan melukai puluhan orang. Kita semua marah dan geram. Sesaat setelah itu, banyak aktivis HAM, tokoh agama dan politik mengecam kebuasan pelaku pemboman. Karangan bunga duka cita diletakkan, simbol belasungkawa bagi korban. Pengurus NU dan Muhammadiyah menyesalkan dan lantang menyuarakan kutukan atas pemboman itu. Tapi, mereka mewanti-wanti agar pemboman itu tak dikaitkan dengan Islam termasuk pesantren. Menurut mereka, Islam pesantren tak menganjurkan terorisme. Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, kata mereka tandas.
Namun, beberapa indikasi pelaku pemboman di Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton itu mulai mengarah pada pemain lama, yaitu jaringan Noordin M. Top. Kelompok ini adalah orang-orang yang percaya bahwa bom bunuh diri merupakan bagian dari jihad fi sabilillah dan pelakunya adalah mati syahid. Para pelaku pemboman ini memegang kebenaran absolut yang tak bisa didiskusikan. Bahwa non-Muslim hari ini adalah kafir yang bisa dibasmi di manapun mereka berada, tak terkecuali di Indonesia. Indonesia diputuskan sebagai daerah peperangan (dar al-harb), dengan demikian membinasakan “yang lain” adalah halal. Mereka membenci “Barat”, Amerika Serikat, kehidupan sekular, dan demokrasi. Tapi, seperti yang kita tahu, kejayaan Barat tak kian surut dan Amerika pun masih eksis.

Ketiga, kitab-kitab tauhid (teologi). Diketahui, mayoritas pesantren di nusantara cenderung mengajarkan kitab-kitab tauhid berhaluan Asy’ariyyah atau Maturidiyyah, seperti Umm al-Barahin, Sanusi, Dasuqi, Kifayah al-’Awwam, Tijan al-Darari, dan sebagainya. Mereka juga terkenal moderat, karena berhasil memoderasi tauhid a la Muktazilah yang menonjolkan nalar dan Khawarij yang gampang melontarkan tuduhan kafir pada kelompok lain.
Bahkan kelompok Khawarij ini tak canggung melakukan kekerasan fisik (pembunuhan) pada kelompok yang tak sepaham. Jika secara genetis tradisi pesantren berakar dari Khawarij, maka bisa dimaklumi pesantren identik dengan aksi-aksi terorisme. Tapi nyatanya tidak demikian, karena tradisi pesantren tidak bersumber dari Khawarij.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan, secara genetika pesantren tidak terkait sedikitpun dengan kelompok yang mengedepankan kekerasan atau terorisme. Karena itu, jika terbukti ada segelintir alumni pesantren yang terseret arus terorisme, bisa dipastikan mereka telah termakan ajaran-ajaran yang berkembang di luar tradisi pesantren.
Sebagai bukti, dalam karyanya Aku Melawan Terorisme, Imam Samudra yang alumni pesantren mengaku, dirinya bertindak demikian karena terilhami buku Ayat al-Rahman fi Jihad al-Afghan karya Abdullah Azzam. Buku ini tidak pernah dijadikan acuan dalam tradisi pesantren. Selain itu, jika pesantren diklaim sebagai produsen teroris, padahal pesantren hanya mengamalkan ajaran-ajaran yang tertuang dalam kitab klasik, mengapa hanya pesantren di Indonesia saja yang dikait-kaitkan dengan terorisme, sementara banyak pesantren di negara lain juga mengajarkan kitab-kitab yang sama? Ini pertanyaan besar yang sulit dicari jawabnya. Wa Allah a’lam.

pesantreen dan terorisme (part lv)

Untuk itu, jika runutan genetika pemikiran fiqh pesantren berujung pada al-Syafi’i, bisa dipastikan pemikiran fiqh moderatlah yang dikembangkan pesantren. Lebih tegas lagi, kitab-kitab acuan pesantren yang berhaluan Mazhab al-Syafi’i seperti Fath al-Mu’in, I’anah al-Thalibin, Taqrib, Kifayah, Muhaddzab, dan sebagainya, tak ada satupun yang mendorong munculnya aksi kekerasan. Andaipun kitab-kitab itu memaparkan jihad misalnya, yang pertama kali ditekankan bukanlah jihad dalam pengertian sempit mengangkat senjata. Kedua, kitab-kitab tasawuf. Dalam tradisi pesantren nusantara, secara umum kitab-kitab tasawuf yang diajarkan adalah karya-karya Muhammad al-Ghazali (w. 505 H), seperti Ihya ’Ulum al-Din atau Bidayah al-Hidayah. Di sana juga tak terdapat satupun ajaran yang menghendaki tindak kekerasan semisal terorisme. Bahkan, kelembutan muslim Indonesia lebih banyak diwarnai ajaran tasawuf itu.
Malah, Damarjati Supadjar, kala memberi pengantar buku Islam Jawa karya Mark R Woodward menulis, Islam yang pertama kali datang ke Indonesia berhaluan Syiah Batiniyyah yang bercorak sufistik. Dan sepanjang sejarah, tidak ada aksi terorisme yang diawali ajaran tasawuf, karena tasawuf cenderung diam menyikapi gejolak kehidupan. Martin van Bruinessen juga mengakui, pada mulanya tradisi pesantren lebih bernafaskan sufistik. (h. 20).

pesantreen dan terorisme (part lll)

Pertanyaan besarnya: benarkah secara genetis pesantren terkait atau bahkan bermula dari doktrin-doktrin terorisme?
Geneologi Tradisi Pesantren
Dalam karya monumentalnya, Kitab Kuning, Indonesianis asal Negeri Kincir Angin Martin van Bruinessen menulis, munculnya pesantren adalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad lalu. (1995: h. 17).
Dengan ujaran lain, tradisi, baik tradisi pemikiran maupun lelaku yang berkembang di pesantren, tak lain merupakan implementasi ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab klasik itu. Logika sederhananya, jika pesantren dianggap sebagai produsen teroris, maka ajaran-ajaran yang terhampar dalam kitab-kitab itu juga cerminan ajaran teroris. Betulkah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis berupaya menulusuri kitab-kitab klasik apa saja yang diajarkan di pesantren dan apakah ajaran kekerasan ala terorisme itu termuat di dalamnya.
Pertama, kitab-kitab fiqh. Hampir semua pesantren di nusantara ini mengajarkan kitab-kitab fiqh yang berhaluan Mazhab al-Syafi’i. Itu menunjukkan, secara geneologi, pemahaman fiqh pesantren di nusantara ini tidak berujung pada bentuk fiqh yang kaku atau keras. Karena, Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 H) sebagai pencetusnya, dikenal sebagai pemikir moderat. Ia berhasil memoderasi pemikiran fiqh Abu Hanifah (w. 150 H) yang cenderung rasional-kontektual dan pemikiran fiqh Malik bin Anas (w. 179 H) yang cenderung kaku dan rigid. al-Syafi’i juga dikenal sebagai sosok penuh toleransi atas perbedaan.

pesantreen dan terorisme (part ll)

Dengan ramainya masalah terorisme di Indonesia yang disangkutpautkan dengan keberadaan ajaran agama Islam di pesantren, kiranya patut kita simak dengan seksama artikel tulisan dari Nurul Huda Maarif yang di muat di Duta Masyarakat tanggal 19 Januari 2006 berikut ini.
Tradisi Pesantren dan Terorisme
Oleh: Nurul Huda Maarif
Duta Masyarakat, 19 Januari 2006
Stigma pesantren sebagai ‘produsen’ teroris telah menggelinding ke seluruh penjuru nusantara. Masyarakatpun menangkap dan memaknai bola panas itu secara beragam. Sebagian membenarkan, sebagian ragu penuh tanya, dan sebagian besar lainnya menolak tegas. Diskusi, artikel, dan komentar terus-menerus bermunculan di berbagai media, terkait isu besar ini.
Dan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, menjadi satu-satunya sosok yang paling banyak dan bertubi-tubi menerima ‘hadiah’’ protes dan demo dari kelompok yang menolak, karena Ketua Umum Partai Golongan Karya ini dianggap sebagai pihak pertama yang ‘bertanggungjawab’ menggelindingkan bola panas itu.
Misalnya bermula dari statemen kontroversialnya pesantren harus diawasi hingga pengambilan sidik jari santri. Yang pasti, kini stigma itu telah ‘memporak-porandakan’ the great tradition (tradisi agung) pesantren yang selama ini dikenal sebagai lembaga pencetus muslim moderat.
Jika stigma ini tidak segera dibendung, dikuatirkan efeknya akan kian meluas dan pesantren akan kian tersudut. Untuk itu, melalui artikel sederhana ini, penulis berupaya membendung arus deras stigma itu, melalui penelusuran terhadap geneologi tradisi pesantren.

Dengan ramainya masalah terorisme di Indonesia yang disangkutpautkan dengan keberadaan ajaran agama Islam di pesantren, kiranya patut kita simak dengan seksama artikel tulisan dari Nurul Huda Maarif yang di muat di Duta Masyarakat tanggal 19 Januari 2006 berikut ini.
Tradisi Pesantren dan Terorisme
Oleh: Nurul Huda Maarif
Duta Masyarakat, 19 Januari 2006
Stigma pesantren sebagai ‘produsen’ teroris telah menggelinding ke seluruh penjuru nusantara. Masyarakatpun menangkap dan memaknai bola panas itu secara beragam. Sebagian membenarkan, sebagian ragu penuh tanya, dan sebagian besar lainnya menolak tegas. Diskusi, artikel, dan komentar terus-menerus bermunculan di berbagai media, terkait isu besar ini.

Dan, Wakil Presiden Jusuf Kalla, menjadi satu-satunya sosok yang paling banyak dan bertubi-tubi menerima ‘hadiah’’ protes dan demo dari kelompok yang menolak, karena Ketua Umum Partai Golongan Karya ini dianggap sebagai pihak pertama yang ‘bertanggungjawab’ menggelindingkan bola panas itu.
Misalnya bermula dari statemen kontroversialnya pesantren harus diawasi hingga pengambilan sidik jari santri. Yang pasti, kini stigma itu telah ‘memporak-porandakan’ the great tradition (tradisi agung) pesantren yang selama ini dikenal sebagai lembaga pencetus muslim moderat.
Jika stigma ini tidak segera dibendung, dikuatirkan efeknya akan kian meluas dan pesantren akan kian tersudut. Untuk itu, melalui artikel sederhana ini, penulis berupaya membendung arus deras stigma itu, melalui penelusuran terhadap geneologi tradisi pesantren.

Barangkali itulah pepatah yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi pesantren dengan adanya terorisme. Karena tindakan segelintir pesantren yang dianggap menjadi medan reproduksi aksi kekerasan atas nama agama, seluruh pesantren dicap sebagai produsen aksi teror. Padahal faktanya, selama ini mayoritas pesantren justru menyebarkan nilai-nilai Islam moderat yang toleran.
Namun kita perlu mafhum, dunia saat ini adalah dunia di mana citra mengalahkan fakta. Kenyataan sebagus apapun akan tertutup oleh selubung kabut citra yang buruk. Masyarakat internasional yang sangat tergantung dengan media massa dalam menangkap berita memaknai suatu peristiwa sesuai dengan konstruksi yang dibangun media. Ketika media massa, terutama media Barat, menggambarkan pesantren sebagai “sarang teroris,” masyarakat internasional tidak bisa lain kecuali mengafirmasinya. Hal ini lantaran mereka kekurangan informasi pembanding yang bisa lebih menyeimbangkan informasi yang tersaji dengan fakta yang sesungguhnya.
Ada dua hal yang perlu dicatat di sini. Pertama, tudingan semacam itu bukan tidak berdasar. Kita harus jujur mengakui bahwa barangkali memang ada pesantren tertentu yang melakukan hal-hal sebagaimana yang ditudingkan. Pesantren jenis ini menjadi minoritas kreatif (creative minority) yang rajin melakukan aksi dan menimbulkan riak lantang di permukaan sehingga suara mereka jauh lebih keras terdengar. Pada saat yang sama, ini catatan kedua, suara mayoritas pesantren yang sejatinya tidak setuju dengan tindakan minoritas itu tidak begitu terdengar (silent majority) dan kalah oleh hiruk pikuk yang diciptakan oleh minoritas yang lantang.

pesantreen dan terorisme (part l)

Pasca -11 September 2001, penyerbuan Afganistan dan Taliban serta serangkaian aksi pemboman di berbagai wilayah Indonesia telah memposisikan pesantren pada tempat yang tidak menguntungkan. Pesantren dituding sebagai sarang teroris. Peristiwa tersebut memunculkan nama-nama seperti Usamah bin Laden, Amrozi, Ali Imron, Hambali, Jabir, Fathurrohman Al-Ghozy, Ali Gufron, dan Mubarok. Sejumlah ‘alumni’ pesantren tersebut memang terbukti atau setidaknya disangka menjadi pelaku teror. Pemboman yang mengusung bendera Islam telah menyeret Islam ke dalam semua tragedi kemanusian tersebut. Pesantren sebagai basis massa Islam dipojokkan dan dirugikan dengan stigmatisasi sarang teroris.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana reaksi pesantren atas tudingan sebagai sarang teroris, mengapa sampai tudingan tersebut harus dilontarkan ke pesantren dan bagaimana strategi yang ditempuh pesantren dalam memulihkan citra yang terlanjur buruk. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, dengan subjek penelitian kyai pesantren baik tradisional maupun modern dan santri. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan alasan metode ini memungkinkan untuk memperoleh kedalaman data. Subjek penelitian akan diambil secara purposif sedangkan data dikumpulkan dengan melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan tudingan sebagai sarang teroris bagi pesantren tidak terlalu berpengaruh secara internal. Dengan tetap berkeyakinan bahwa ajaran pesantren tidak keluar dari koridor keislaman pesantren terus mengembangkan faham yang inklusif, seperti tasamuh dan jihad dalam arti luas bukan fisik semata. Strategi pesantren dalam memulihkan citra dengan lebih memaknai jihad dalam konteks yang lebih luas. Jihad secara fisik dimungkinkan apabila umat Islam sudah dalam kondisi sangat tertindas sebagai bentuk pertahanan diri (jihad defensif ). Saran yang diajukan dari penelitian ini adalah bahwasannya : aparat terkait harus lebih bijak dalam menanggapi kasus-kasus terorisme. Sosialisasi mengenai sesatnya paham jihad yang dikembangkan oleh Imam Samudra harus secara terus menerus dilakukan di pesantren-pesantren. Perlu terus ditelusuri dan dilacak jejak para teroris agar dapat benar-benar ditemukan informasi yang sesungguhnya sehingga menghindarkan dari salah tuding. Penting untuk terus dibuka pintu dialog antara pemerintah, aparat, pesantren dan organisasi-organisasi keagamaan atau gerakan-gerakan keagamaan untuk menghindarkan dari kesalahpahaman dan dapat menumbuhkan kerjasama untuk saling membantu dalam melawan terorisme.

sejarah pesantreen

Thohir Fuad dalam usianya yang masih muda bersama saudara-saudaranya, masyarakat Sukamanah dan Santri merencanakan pembangunan ruang pengajian yang sangat mendesak dibutuhkan oleh Pesantren, karena saat itu sebagian lokal pengajian terpaksa dilaksanakan di Gedung SMA KHZ. Musthafa. Alhamdulillah berkat Pertolongan Alloh Gedung Madrasah tempat pengajian dan Madrasah Diniyah mulai dibangun pada tahun 1999 M, dengan ukuran 21 x 8 M, tiga lantai, kontruksi beton untuk 8 lokal ruang belajar, 1 Ruang Perpustakaan, Kantor MD dan Ruang BP. Selesai pada tahun 2001 M. Sebagian besar dananya diterima dari Pengusaha Dermawan Mitra Usaha Al Amin Tjukang Tanjung dan Mantan Kabagset Kanwil Jabar Drs. H. Fadil, MSi. dan pada tahun itu pula dibangun Gedung Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren) dengan ukuran  12 x 9 M sepenuhnya sumbangan dari Mantan Gubernur Jawa Barat H. M. Nuryana dalam lawatan Kerjanya memperingati Perjuangan Pahlawan Nasional KHZ. Musthafa Sukamanah pada 1 Mulud di Pesantren dan selesai pada bulan Nopember. Kemudian pada tahun 2002 M dibangun WC putri, ukuran 20 x 3 M.
Sebenarnya rencana Pembangunan yang diperhitungkan akan memakan biaya yang cukup besar adalah membangun kembali Asrama Santri Putra “ ALMANBA’ “ yang nampak sudah lapuk karena usianya yang sudah tua dan sudah tidak memadai, sejak tahun 1997 M sudah direncanakan dengan anggaran biaya ratusan juta rupiah. Alhamdulillah berkat Karunia Alloh dan PertolonganNya akhirnya dana yang diharapkan tersebut akhirnya datang tepat pada waktu yang telah ditetapkanNya pada tahun 2004 M, melalui sumbangan seorang Alumnus Pesantren dan keluarganya yang tidak mau disebutkan namanya dalam jumlah besar, di samping gotong royong masyarakat, sumbangan Alumni, orang tua santri dan simpatisan lainnya. Asrama tersebut dibangun dengan ukuran 48 x 10 M  2 lantai kontruksi beton yang meliputi 34 kamar (a 4 x 4 M), Kantor Rois, Kantor Dewan Santri dan dua lokal ruang belajar. Selesai dalam waktu kurang lebih tujuh bulan.
Alhamdulillah Alladzi Bini’matihi tatimmussolihaat. Selanjutnya perencanaan Pembangunan Mesjid Baitul Mujahidin yang sudah tidak memadai lagi untuk berjama’ah sholat, sholat jum’at dan tempat pengajian. Maka direncanakan dengan ukuran 23 x 14 dua lantai dan kontruksi beton.  
Dana awal untuk pembangunan tersebut diperoleh dari kas Pesantren dan sumbangan keluarga Pesantren, terkumpul kurang lebih delapan puluh lima juta rupiah, sebagian dipergunakan untuk besi beton. Sebelum melangkah ke tahap selanjutnya dilakukan musyawarah Panitia, Rt/Rw dan perwakilan masyarakat sukamanah dan sepakat untuk segera dilakukan pemugaran.
Bulan itu Dzul Hijjah 1427 H/Desember 2006 M dimulai penyetelan besi yang ada. Sementara Sesepuh Pesantren hampir setiap hari sambil duduk di kursi memperhatikan para pekerja besi di halaman Mesjid. Pada suatu hari pernah berkata : “ Cep ulah waka dirugrugkeun Masjidteh sina diparake heula Idul Adha ku masyarakat ! “ Qultu : Muhun manga Insya Alloh. Tanpa ada kecurigaan apapun dengan kata-katanya, namun ternyata dua hari kemudian beliau pulang ke Rohmatulloh ba’da asar hari sabtu tanggal 9 Dzul Hijjah 1427 H/30 Desember 2006 M.       
Dengan hanya bertawakkal kepada Alloh Ta’ala, pada hari sabtu tanggal 7 Januari 2007 satu minggu setelah wafatnya, Mesjid Pusaka Baitul Mujahidin dipugar dengan semangat gotongroyong masyarakat Sukamanah untuk dibangun kembali. Alhamdulillah sumbangan dana dari masyarakat, sebagian alumni, orang tua santri dan simpatisan diterima oleh Panitia. Begitu pula bantuan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya sebesar tiga puluh lima juta rupiah dalam tiga tahap. Alhamdulillah dalam waktu delapan bulan, dua lantai mesjid ini sudah bisa dipergunakan kembali untuk kegiatan rutin Pesantren sekalipun masih dalam tahap penyelesaian. Dan saat ini 15 Nopember 2008 sedang dipasang kramik dinding bagian dalam Mesjid sesuai dengan dana yang ada.
Adapun Kegiatan Pendidikan dan Pengajian  berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sekalipun masih harus ada upaya-upaya pembenahan dan penyempurnaan.
Terima kasih kepada setiap hamba yang simpati, menaruh perhatian dan membantu Lembaga Pendidikan Pesantren ini, semoga amal kita semua dilandasi keikhlasan dan ketaqwaan serta diterima dan mendapat imbalan yang berlipat ganda di Sisi Alloh Ta’ala. Amiin, Walhamdu Lillahi Robbil ‘Alamiin.

sejarah

Adapun KH. Zainal Musthafa beserta sebagian pengikutnya pada hari itu juga ditangkap dan tidak diketahui ke mana dan di mana mereka berada. Alhamdulillah berkat Rohmat Alloh dan KaruniaNya santri-santri Almarhum bernama Kolonel Drs. H. Syarif Hidayatulloh, KH. A. Wahab Muhsin, KH. Muh. Fuad Muhsin, KH. Muh. Syihabuddin Muhsin (Rohimahumulloh), H. Utang Affandy dan tokoh tokoh lainnya melakukan upaya pencarian dalam waktu yang lama, dan akhirnya diketahui berdasarkan dokumen Kantor Erevel Belanda di Ancol Jakarta beliau dan rekan-rekannya telah menjalani hukuman mati pada tanggal 25 Oktober 1944 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda Ancol Jakarta. Kemudian pada tanggal 25 Agustus 1973 jenazah beliau dan 17 orang pengikutnya di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah.    
Pesantren Sukamanah setelah pertempuran tersebut keaadaannya menjadi sepi dan lumpuh, membutuhkan seseorang untuk membangunkannya kembali. Alhamdulillah salah seorang santri Almarhum yaitu KH.A. Wahab Muhsin Pimpinan Pesantren Sukahideng, Penerus dari Ayahanda KH. Zainal Muhsin Rohimahulloh dengan semangat dan tulus berkeinginan menghidupkan kembali Pesantren Sukamanah. Adik kandungnya bernama KH Muh. Fuad Muhsin dinikahkan dengan salah seorang putri KH. Zainal Musthafa bernama Siti Sofiyyah.
Pada tahun 1950 KH. Muh. Fuad Muhsin dan K.U. Abdul Aziz (adik kandung KH. Zainal Musthafa) Rohimahumulloh dan tokoh-tokoh lainnya mulai membangun kembali Pesantren Sukamanah,  dengan pengajian bulanan masyarakat sekitar dan santri dari kalangan pemuda kampung Sukamanah dengan menggunakan bangunan Mesjid dan Asrama pusaka yang telah diperbaiki alakadarnya dengan gotong royong masyarakat Sukamanah. Hari bert  ambah hari mulailah berdatangan santri-santri dari luar daerah yang sekalipun tidak terlalu banyak jumlahnya namun bisa menampakkan gairah hidup kembali Pesantren ini.
Pada tahun 1956 Pimpinan Pesantren Sukahideng -Sukamanah dan tokoh-tokoh lainnya sepakat untuk   mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Sukahideng, kemudian SMP Al Islah di Sukahideng, dan pada tanggal 17 Agustus 1959 berdirilah Yayasan KH.Zainal Musthafa dengan Akte Notaris No.8 yang diperbaharui dengan Akte Notaris No.10 tahun 1999  Yayasan ini bertujuan untuk melanjutkan perjuangan Pahlawan Nasional KH. Zainal Musthafa dalam rangka memartabatkan Kalimat atau Agama Alloh  melalui Pendidikan dan Pengajaran.
Di samping kedua Pesantren Sukahideng-Sukamanah yang lebih awal berdiri dari pada Yayasan KH. Zainal Musthafa Sukamanah, Yayasan ini mulai mendirikan lembaga-lembaga formal di lingkungan kedua Pesantren tersebut, MI dan SMP yang sudah ada namanya dilengkapi menjadi Madrasah Ibtidaiyah KH. Zainal Musthafa Sukahideng dan SMP KH. Zainal Musthafa Sukamanah. Kemudian SMA KH. Zainal Musthafa Sukamanah dan terus berkembang dengan didirikannya Pendidikan Guru Agama (PGA) 4 tahun, PGA 6 tahun, dan selanjutnya menjadi PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Sukamanah dan dikembangkan lagi menjadi MTsN Sukamanah dan MAN Sukamanah, sementara SMP dan SMA KH. Zainal Musthafa Sukamanah tetap berdiri sampai sekarang, begitu pula Madrasah Diniyah, TKA/TPA  dan lembaga pelayanan masyarakat meliputi Kopontren dan Poskestren.
Pesantren Sukamanah semakin bertambah jumlah santrinya dengan berdirinya sekolah-sekolah tersebut di lingkungannya. Hal ini menuntut pembenahan, penyempurnaan dan penyesuaian dalam sistim dan metode pendidikan dan pengajaran Pesantren dengan tetap memelihara kekhasannya, begitu pula asrama untuk tempat tinggal santri putra putri dan tempat pengajian.
Alhamdulillah berkat Karunia Alloh dan PertolonganNya, KH. Muh. Fuad Muhsin dengan penuh semangat mencurahkan segala perhatian dan kemampuannya untuk menghidupkan Ajaran Alloh melalui Pesantren ini.    Saat itu tenaga Pendidik yang membantu beliau masih sangat kurang, beliau mengajar siang dan malam di Pesantren mulai ba’da subuh di samping beliau juga salah seorang Guru di Sekolah (PGAN), sementara kebutuhan bangunan juga harus segera diperahatikannya. Alhamdulillah  secara bertahap dengan gotongroyong masyarakat Sukamanah dan para Santri, Asrama Putri dibangun dengan kontruksi sederhana karena biaya yang sangat terbatas. Asrama tersebut diberinya nama: Almuna dan Al Athif, kemudian Faoqol Haodl karena memang di atas kolam. Adapun Asrama putra dibangun sikitar tahun 1975 M  dengan ukuran 30 x 8 M dua lantai dan setelah itu Asrama Pusaka dibangun kembali dengan ukuran  15 x 8 , dua lantai untuk tiga lokal ruang pengajian. Selanjutnya Masjid Pusaka direnovasi pada tahun 1982 M dengan kontruksi semi permanen dan kakak kandungnya KH. A. Wahab Muhsin Rohimahulloh memberi nama dengan  Masjid Jami Baitul Mujahidin. Dan pada tahun 1984 M dibangun Asrama putri ukuran 23 x 10 M tiga lantai dengan kontruksi semi permanen dan diberi nama Almuna. Bangunan-Bangunan tersebut di atas dibangun dengan biaya sebagian besar dari Swadaya Masyarakat
Pesantren Sukamanah dengan kepemimpinannya mengalami kemajuan yang sangat berarti, terutama setelah putra putrinya beranjak dewasa dan siap membantunya, maka jumlah santripun semakin bertambah, bahkan siswa lulusan SLA pun ada yang berminat tetap tinggal untuk meneruskan pengajian dan kuliah. Sekalipun jumlahnya tidak banyak namun keberadaan mereka sangat berarti untuk Pesantren, karena di samping ngaji mereka juga diangkat sebagai Dewan Santri dan Staf  Pengajar bila dipandang sudah mampu.
Selanjutnya KH. Muh. Fuad Muhsin bercita-cita dan berupaya agar Pesantren ini tetap berdiri, dilanjutkan oleh putra putrinya. Pada usia yang dirasakannya sudah tua beliau bermaksud membingbing dan memberikan tanggung jawab penuh, maka pada bulan Januari 1998 M   kepemimpinan Pesantren ini diserahkan kepada putra sulungnya KH. Drs. A. Thohir Fuad.

Sejarah Pesantren - Pada masa Negara Republik Indonesia masih dalam cengkraman penjajah Belanda dan Jepang, KH. Zainal Mustahafa Rahimahulloh pada tahun 1927 M mendirikan Pondok Persantren di Kampung Cikembang dengan Nama Pondok Pesantren Sukamanah (nama kampung tersebut berubah sesuai dengan nama Pesantren yang beliau dirikan) di atas tanah wakaf dan hibah untuk rumah, mesjid dan bekal hidup dari seorang janda dermawan Almarhumah waAlmagfur laha Hj. Siti Juariah.
Dengan berbekal Ijazah Sekolah Rakyat dan ilmu-ilmu yang diraihnya dari beberapa Pesantren selama 17 tahun bersama kakak misannya KH. Zainal Muhsin Rohimahulloh (Pendiri Pesantren Sukahideng tahun  1922 M dengan tanah wakap dan hibah dari seorang janda dermawan yang sama), beliau memimpin Pesantren ini selama kurang lebih 17 tahun. Dengan tekun, tulus dan penuh semangat beliau mendidik dan mengajar para santrinya. Saat itu jumlah santri yang diasramakan dalam 6 asrama sekitar 600 orang dan yang tidak diasramakan jumlahnya lebih banyak.  Dalam tempo belasan tahun tersebut beliau berhasil mencetak para santrinya berilmu dan beramal, mandiri dan sanggup menyebarluaskan ilmu yang telah dimilikinya di berbagai tempat dan kampung halamannya. 
Ketenangan dan ketentraman Pesantren Sukamanah ini menjadi terganggu dengan tantangan dan kecongkakan Penjajah Jepang yang biadab dan menindas Bangsa Indonesia. Hal ini membangkitkan semangat Jihad dan keberanian KH. Zainal Musthafa beserta para Santrinya untuk melawan dengan segala kemampuan dan kekuatan yang dimilikinya saat itu; hanya dengan pedang bambu dan bambu runcing yang ditajamkan dengan keyakinan dan ketergantungan penuh kepada Alloh Yang Maha Kuasa terjadilah pertempuran sengit pada tanggal 1 Rabi’ul Awal 1363 H /25 Pebruari 1944 M ba’da jumat.Gugur di medan tempur dari pihak Sukamanah sebagai Syuhada sebanyak 86 orang.    

sejarah pesantreen

Pesantren represent “father” of Islamic education in Indonesia. Pesantren borne by the awareness of dakwah Islamiyah (disseminating Islam) obligation, or propagate and develop Islamic teaching, and at the same time yielding the cadre of Moslem scholar or da’i. There are three characteristics as main bases pesantren’s culture. First, traditionalism, namely that pesantren salaf/traditional maintain the classic books as core of education. Second, cultural resistance, namely maintain the pesantren culture that exist for centuries and remain to rely on the elementary teaching of Islam. Third, religious education, namely pesantren constituted, activated, and instructed by worldview which coming from the Islam teaching. This basic teaching is intertwines with the social structure or social reality that experienced in everyday life.
Keywords: Pesantren, pesantren’s historical context, Islamic education, curriculum.
Pendahuluan

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah “tempat belajar para santri”, sedangkan pondok berarti “rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu”. Di samping itu, “pondok” mungkin juga berasal dari bahasa Arab “fanduk” yang berarti “hotel atau asrama”. Ada beberapa istilah yang ditemukan dan sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas Indonesia atau yang lebih terkenal dengan sebutan pesantren. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura, umumnya dipergunakan istilah pesantren atau pondok,1 di Aceh dikenal dengan istilah dayah atau rangkung atau meunasah, sedangkan di Minangkabau disebut surau.
Adapun pengertian secara terminologi, dapat dikemukakan beberapa pendapat yang mengarah pada definisi pesantren. Abdurrahman Wahid, memaknai pesantren secara teknis, a place where santri (student) live, sedangkan Abdurrahman Mas’oed menulis, the word pesantren stems from “santri” which means one who seeks Islamic knowledge. Usually the word pesantren refers to a place where the santri devotes most of his or her time to live in and acquire knowledge. Kata pesantren berasal dari “santri” yang berarti orang yang mencari pengetahuan Islam, yang pada umumnya kata pesantren mengacu pada suatu tempat, di mana santri menghabiskan kebanyakan dari waktunya untuk tinggal dan memperoleh pengetahuan.

Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam, khususnya pesantren telah banyak memberikan andil bagi bangsa Indoneisa, baik dahulu maupun kini. Kehandalan pondok pesantren selama berabad-abad, walau dengan segala kesederhanaannya masih menjadi harapan umat Islam sebagai benteng satu-satunya bagi umat Islam dan kelimiahannya. Karena dari sanalah lahir generasi-generasi yang melanjutkan da’wah Islam. Tidak aneh bila ada anggapan bahwa para orientalis mulai menggeluti sosiologi pesantren untuk mencari titik yang dapat melemahkan kesinambungannya demi pengikisan Islam di Indonesia, baik melaui cara halus maupun kasar.

Walau bagaimana tangguhnya sebuah pesantren ia harus tetap belajar dengan lingkungan sekitarnya sambil melestarikan identitas keislamannya. Sistem fiqih orientied yang diterapkan pada masa Ampel misalnya, pada zaman kini dirasa kurang berhasil melahirkan alumni yang iltizam dengan agamanya, terbukti adanya sebagian santri setelah lulus dari pesantrennya kurang mengamalkan ajaran agamanya. Karena sekeluarnya dari almamater, dalam jiwanya merasa telah bebas dari segala peraturan dan tata tertib pesantren, padahal sebenarnya sebagian besar tata tertib itu adalah bagian dari ajaran Islam, seperti berjilbab, sholat berjamaah, membaca al-Quran, menjauhi yang haram dan syubhat, melakukan hal yang sunah dan lain sebagainya.

Oleh karena itu perlu adanya upaya memberi materi Islam secara kaffah, kamil dan mutakamil. Sehingga pemahaman dan sikapnya terhadap Islam pun bersifat komprehensif, dan tidak sepenggal-penggal.

Keanekaragaman lembaga pendidikan Islam merupakan khazanah yang perlu dilestarikan. Setiap lembaga mempunyai ciri khas dan orientasi masing-masing, namun demikian harus ada satu komitmen, yaitu memberi pemahaman Islam secara kaffah demi izzul Islam wal muslimin. Wallahu’alam

Pendidikan Islam Alternatif

Beberpa studi empiris tentang pendidikan Islam di Indoensia menyimpulkan masih terdapatnya beberapa kelemahan. Karena itu kini banyak ditemukan beberapa lembaga pendidikan alternatif yang mengakomodir berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Sekolah-sekolah unggulan, SMP Plus, SMU Terpadu yang kini banyak berdiri merupakan respon dari fenomena di atas. Tidak jarang kini ditemukan SMP atau SMU yang berasrama seperti halnya pondok pesantren. Dipergunakannya nama “SMP” dan “SMU” di atas hanya lebih karena dorongan kebutuhan market (pasar). Sebab, nama pondok pesantren pada sebagian masyarakat masih dianggap kolot dan ketinggalan zaman.

Bentuk pendidikan ini dilengkapi dengan kurikulum yang tidak kalah dengan yang terdapat pada pesantren dan sekolah umum. Terbukti adanya sejumlah sekolah ini yang melahirkan “Huffadz” (penghafal al-Quran) padahal lahir dari sebuah SMP atau SMA.

Di sisi lain, bentuk lembaga ini merindukan pudarnya dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum agar integritas keduanya berjalan bersama-sama sebagaimana yang pernah ditemukan dunia Islam masa silam. Inilah mungkin yang pernah diungkapkan oleh KH. Zainuddin MZ sebagai “Hati Mekkah, Otak Jerman”. Walaupun semboyan ini tidak seluruhnya benar. Soalnya, pendidikan Islam harus bersemboyan “Hati, Otak dan jiwa harus Islami”, dan ini telah terbukti dengan lahirnya ilmuwan-ilmuuwan Islam di zaman keemasan.

Kegiatan belajar-mengajar di lembaga ini sama dengan pesantren, Ia juga mempunyai nilai plus yang tidak didapatkan di sekolah umum biasa. Untuk menghasilkan alumi yang handal, lembaga ini menyaring calon siswanya dengan ujian masuk yang ketat. Kemampuan IQ dan intelejensi menjadi prioritas dalam menerima para siswa. Fasilitas yang memadai menjadi daya tarik minat masyarakat walau harus membayar dengan harga tinggi. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bahkan sebagian lapisan masyarakat merasa bangga dengan bayaran tinggi karena sesuai dengan mutu dan fasilitas.

Apakah bentuk pendidikan ini telah berhasil dan dianggap sukses?.  Belum tentu, selain belum lahirnya para alumni model ini, sistem pendidikan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat dan zaman. Bahkan kemungkinan bentuk terakhir ini tidak mampu berjalan selama kurun satu atau dua dasawarsa ke depan.

kebijakan Pemerintah dan Pendidikan

Pemerintah melalui Departemen Agama telah mengeluarkan kebijaksanaannya dalam pendidikan, yaitu dengan SK Menag tentang penyelenggaraan pendidikan agama. Maka berdirilah MI, Mts, Madrasah Aliyah dan IAIN dengan tujuan mencetak ulama yang dapat menjawab tantangan zaman dan memberi kesempatan kepada warga Indonesia yang mayoritas muslim mendalami ilmu agama. Ijazah pun telah disetarakan dengan pendidikan umum sesuai dengan SK bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, Mendagri). Dengan demikian lulusan madrasah disetarakan dengan lulusan sekolah umum negeri.

Namun demikian, setelah berjalannya proses kebijakan tersebut, terbukti masih terdapat kelemahan-kelemahan, baik mutu pengajar, alumni (siswa) dan materinya, sehingga cita-cita  mencetak ulama yang handal kandas di tengah jalan. Ha lini terbukti masih dominannya lulusan pesantren dalam soal keagamaan. Bahkan lulusan madrasah dapat dikatakan serba tanggung, menjadi seorang profesional pun tidak, ulama pun tidak, Tidak heran bila banyak suara sumbang dan kritikan tajam bahwa SK bersama tiga menteri di atas hanya sebuah upaya pengikisan Islam dan keilmuannya melalui jalur pendidikan. Sehingga pada waktunya nanti Indonesia akan mengalami kelangkaan ulama. Ini terbukti dengan menjauhnya masyarakat dari madrasah. Mereka lebih bangga menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah umum. Alasannya sederhana, lulusan madrasah sulit mencari pekerjaan dibanding lulusan sekolah umum, walaupun pendapat ini tidak seluruhnya benar, tapi demikianlah yang kini berkembang di masyarakat.

Lebih ironi lagi, pemerintah melarang alumni pondok pesantren non kurikulum pemerintah untuk masuk IAIN. Alasannya karena mereka tidak memiliki ijazah negeri atau karena ijazah pesantrennya tidak disetarakan dengan ijazah negeri. Akibatnya IAIN hanya diisi oleh lulusan-lulusan madrasah dan sekolah umum yang note bone mutu pendidikan agamanya sangat minim. Padahal di tengah-tengah suasana globalisasi dan keterbukaan , kwalitaslah yang menjadi acuan, bukan formalitas.

Fenomena di atas membuat beberapa pesantren mengadakan ujian persamaan negara dan mengadopsi kurikulum pemerintah. Dan tentu saja segala konsekwensi yang telah disebut di atas akan terjadi. Di samping karena hal itu menjadi tuntutan masyarakat.

Langkah-langkah reformasi yang dilakukan Gontor pada gilirannya melahirkan alumni-alumni yang dapat diandalkan, terbukti dengan duduknya para alumni Gontor di berbagai bidang, baik di instansi pemertintah maupun swasta. Bila mazdhab Ampel telah melahirkan para ulama, pejuang kemerdekaan  dan mereka yang  memenuhi kebutuhan lokal, maka Gontor telah memenuhi kebutuhan di segala sendi kehidupan di negeri ini. Atas dasar itu pula penulis membagi sejarah sistem pendidikan pesantren kepada dua pase; pase Ampel dan pase Gontor.

Satu persamaan yang dimilki dua madzhab ini adalah bahwa kedua-duanya tidak mengeluarkan ijazah negeri kepada alumninya, dengan keyakinan bahwa pengakuan masyarakatlah sebagai ijazahnya.

Langkah reformasi di atas tidak berarti Gontor lebih unggul di segala bidang, terbukti kemampuan membaca kitab kuning (turost) masih dikuasai alumni mazdhab Ampel dibanding alumni mazdhab Gontor.

Pembaharuan di Bidang Furu’

Yang dimaksud perubahan di bidang furu’ di sini adalah beberapa perubahan pada beberapa bidang yang dilakukan sejumlah pondok pesantren yang berkiblat atau mengikuti Gontor. Seperti perubahan kurukulum dan aktifitas pesantren. Hal ini terjadi karena dipandang masih adanya beberapa kelemahan yang ditemukan pada Gontor. Atau karena adanya kebutuhan masyarakat di mana pesantren itu berada. Untuk mengisi kekurangan di bidang penguasaan kitab kuning umpamanya, beberapa pesantren memasukkan kitab kuning sebagai sylabus, meskipun jam pelajarannya berada di luar waktu sekolah, seperti halnya yang dilakukan Pondok Pesantren Daarul Rahman, Jakarta. Sistem kombinasi (perpaduan) mazdhab Gontor dan Salaf ini belakangan banyak diterapkan di tengah tumbuhnya pesantren-pesantren. Pengajaran kitab kuning pun tidak lagi menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar sebagaimana yang ditemukan pada pesantren Salaf, meskipun demikian metode pembacaannya (secara nahwu) masih mengikuti mazdhab Salaf, yaitu menggantikan “Utawi-Iku” dengan “Bermula-Itu” pada kedudukan mubtada  dan khobar. Di sisi lain sejumlah pesantren mengikuti sylabus Depag atau Depdikbud. Hal itu karena didorong tuntutan masyarakat yang menginginkan anaknya menggondol ijazah negeri setelah menyelesaikan studinya. Sebagai konsekwensinya, mau tidak mau beberapa materi yang terdapat pada Gontor dikurangi mengingat jatah kurikulum pemerintah tadi. Atau paling tidak beberapa jam pelajaran dibagi-bagi untuk memenuhi kurikulum tadi. Sehingga bobot Gontornya sedikit berkurang. Namun demikian, langkah ini membantu para alumninya melanjutkan pendidikan di mana saja karena  adanya ijazah negeri. Bentuk terakhir ini kita dapatkan pada Pondok Pesantren Daarun Najah, Daarul Qolam dan pesantren-pesantren sekarang pada umumnya.

Pesantren Kini

Bentuk, sistem dan metode pesantren di Indonesia dapat dibagi kepada dua periodisasi; Periode Ampel (salaf) yang mencerminkan kesederhanaan secara komprehensif. Kedua, Periode Gontor yang mencerminkan kemodernan dalam sistem, metode dan fisik bangunan. Periodisasi ini tidak menafikan adanya pesantren sebelum munculnya Ampel dan Gontor. Sebelum Ampel muncul, telah berdiri pesantren yang dibina oleh Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Demikian juga halnya dengan Gontor, sebelumnya telah ada –yang justru menjadi cikal bakal Gontor- pesantren Tawalib, Sumatera. Pembagian di atas didasarkan pada besarnya pengaruh kedua aliran dalam sejarah kepesantrenan di Indonesia.

Sifat kemodernan Gontor tidak hanya terletak pada bentuk penyampaian materi yang menyerupai sistem sekolah atau perkuliahan di perguruan tinggi, tapi juga pada gaya hidup. Hal ini tercermin dari pakaian santri dan gurunya yang mengenakan celana dan dasi. Berbeda dengan aliran Ampel yang sarungan dan sorogan. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat para Kyai salaf menekankan perasaan anti kolonial pada setiap santri dan masyarakat, hingga timbul fatwa bahwa memakai celana dan dasi hukumnya haram berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum (golongan), maka dia termasuk golongan itu”.

Dalam hal ini, Gontor telah berani melangkah maju menuju perubahan yang saat itu masih dianggap tabu. Namun demikian bukan tidak beralasan. Penggunaan dasi dan celana yang diterapkan Gontor adalah untuk mendobrak mitos bahwa santri selalu terkebelakang dan ketinggalan zaman. Prinsip ini tercermin dengan masuknya materi bahasa inggris menjadi pelajaran utama setelah bahasa Arab dan agama, dengan tujuan agar santri dapat mengikuti perkembangan zaman dan mampu mewarnai masyarakat dengan segala perubahannya.

Beberapa reformasi dalam sistem pendidikan pesantren yang dilakukan Gontor antara lain dapat disimpulkan pada beberapa hal. Di antaranya: tidak bermazdhab, penerapan organisasi, sistem kepimimpinan sang Kyai yang tdak mengenal sistem waris dan keturunan, memasukkan materi umum dan bahasa Inggris, tidak mengenal bahasa daerah, penggunaan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa pengantar dan percakapan, olah raga dengan segala cabangnya dan lain-lain. Oleh karena itu Gontor mempunayi empat prinsip, yaitu: berbudi tinggi, berbadan sehat, berpikiran bebas dan berpengetahuan luas.

;;
Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com