Barangkali itulah pepatah yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi pesantren dengan adanya terorisme. Karena tindakan segelintir pesantren yang dianggap menjadi medan reproduksi aksi kekerasan atas nama agama, seluruh pesantren dicap sebagai produsen aksi teror. Padahal faktanya, selama ini mayoritas pesantren justru menyebarkan nilai-nilai Islam moderat yang toleran.
Namun kita perlu mafhum, dunia saat ini adalah dunia di mana citra mengalahkan fakta. Kenyataan sebagus apapun akan tertutup oleh selubung kabut citra yang buruk. Masyarakat internasional yang sangat tergantung dengan media massa dalam menangkap berita memaknai suatu peristiwa sesuai dengan konstruksi yang dibangun media. Ketika media massa, terutama media Barat, menggambarkan pesantren sebagai “sarang teroris,” masyarakat internasional tidak bisa lain kecuali mengafirmasinya. Hal ini lantaran mereka kekurangan informasi pembanding yang bisa lebih menyeimbangkan informasi yang tersaji dengan fakta yang sesungguhnya.
Ada dua hal yang perlu dicatat di sini. Pertama, tudingan semacam itu bukan tidak berdasar. Kita harus jujur mengakui bahwa barangkali memang ada pesantren tertentu yang melakukan hal-hal sebagaimana yang ditudingkan. Pesantren jenis ini menjadi minoritas kreatif (creative minority) yang rajin melakukan aksi dan menimbulkan riak lantang di permukaan sehingga suara mereka jauh lebih keras terdengar. Pada saat yang sama, ini catatan kedua, suara mayoritas pesantren yang sejatinya tidak setuju dengan tindakan minoritas itu tidak begitu terdengar (silent majority) dan kalah oleh hiruk pikuk yang diciptakan oleh minoritas yang lantang.

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com