DEWASA INI EKSISTENSI DAN KREDIBILITAS PESANTREN MENGALAMI PENINGKATAN PESAT ketimbang sepuluh tahun silam ketika sejumlah tokoh nasional didikan pesantren mewarnai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Tanah Air. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan di Indonesia telah memberikan kontribusi demokratisasi bagi bangsa Indonesia, antara lain, ketika alumnus Pesantren Tegalrejo Magelang, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ditetapkan oleh MPR sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 1999.

Meski naik dan atau jatuhnya Gus Dur hingga kini masih menjadi kontroversi, namun bagi kalangan pesantren tetap dipandang sebagai prestasi dalam sejarah pergulatan politik kaum santri. Apalagi belakangan bergulir wacana cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid (Cak Nur, alumnus Pesantren Modern Gontor Ponorogo) berani secara tegas menyatakan siap untuk duduk di kursi RI 1, yang dapat dinilai semakin menambah kewibawaan pesantren dalam kancah politik nasional.

Gus Dur dan Cak Nur adalah contoh tokoh nasional berlatarbelakang pesantren untuk menggambarkan bahwa pesantren bukan hanya sebagai lembaga yang menjunjung tinggi normativitas. Namun lebih dari itu pesantren telah menapaki jalan sejarah (historisitas) sebagai bagian tak terpisahkan dari konteks kebangsaan. Pun untuk menemukan bukti tentang peranan pesantren di setiap lini kehidupan dewasa ini bukan perkara sulit. Baik bukti berupa fisik lembaga pesantren itu sendiri di berbagai tempat maupun literatur tentang pesantren.

Banyak indikasi tentang keberadaan pesantren di setiap lini kehidupan. Banyak literatur tentang pesantren, pemikiran pesantren, gerak politik kaum santri, sejarah Pesantren Lirboyo (Kediri, Jawa Timur) yang berhasil menekan laju gerakan komunis di Karesidenan Kediri, Pesantren Langitan (Widang, Tuban, Jawa Timur) dengan KH Abdullah Faqih yang menjadi sentral konsolidasi para kiai dalam forum Poros Langit, keberhasilan KH Arwani (almarhum almaghfurlah) lewat Pesantren Yanbu’ul Qur’an (Kudus, Jawa Tengah) dalam menelorkan ratusan huffadz (penghafal Al-Qur'an), maupun Pesantren Hidayatullah (menerbitkan majalah bulanan Suara Hidayatullah) di berbagai daerah yang telah berperan membantu pemerintah mengurangi tingkat pengangguran dengan sistem santri dibekali ketrampilan berkarya dan bekerja secara mandiri.

Beberapa indikasi itu merupakan bukti kontemporer yang pada saat ini mudah ditemukan. Pertanyaannya: apa sesungguhnya pesantren itu, dari mana asal-usulnya, bagaimana riwayat berdirinya, siapa tokoh-tokoh yang memunculkannya, dalam konteks apa ia dapat berkembang pesat, dan sejak kapan ia mampu eksis di tengah berbagai pergolakan politik? Buku tipis hasil penelitian tim peneliti Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama RI bekerjasama dengan Incis (Indonesian Institute for Civil Society) ini mencoba menggali sejarah munculnya pesantren hingga melembaga di Jawa.

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com