Dua Teori Asal Usul Pesantren
Secara kelembagaan, meskipun masih kontroversi, teori tentang asal-usul pesantren dapat dipetakan menjadi dua. Pendapat pertama, pesantren merupakan kesinambungan dari lembaga pendidikan keagamaan pra-Islam, seperti perdikan, sama sekali bukan struktur lembaga baru yang diimpor. Pendapat kedua mengatakan bahwa pesantren diadopsi dari sistem pendidikan Islam di Timur Tengah.

Hasil penelitian dalam buku ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan pesantren memiliki persamaan baik dengan sistem pendidikan di Timur-Tengah maupun dengan lembaga pendidikan Hindu-Budha. Tradisi kedua sistem pendidikan ini berubah sifat khasnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran (konvergensi) yang muncul dalam pesantren.

Selain kontroversi teori pendekatan untuk menggali sejarah pesantren, kontroversi lainnnya adalah kapan lembaga pesantren ini muncul. Ada yang berpendapat bahwa pesantren sudah ada pada masa awal penyebaran Islam di jawa. Tetapi pendapat lain menyatakan, teori yang berpendapat bahwa pesantren telah ada pada masa awal penyebaran Islam di Jawa itu merupakan ekstrapolasi dari pengamatan pada akhir abad ke-19 M. Pesantren menurut pendapat kedua ini, muncul pada akhir abad ke-18 M, dan mengalami perkembangan yang cepat pada abad ke-19 M.

Pararel dengan lembaga pendidikan pra-Islam
Menurut Manfred Ziemek, pesantren merupakan hasil perkembangan secara pararel dari lembaga pendidikan pra-Islam yang telah melembaga berabad-abad lamanya. Bahkan menurut Nurcholish Madjid, pesantren mempunyai hubungan historis dengan lembaga-lembaga pra Islam. Lembaga yang serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan Hindu-Budha sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga pendidikan yang sudah ada masa itu.

Senada dengan Cak Nur, Denys Lombard menyatakan bahwa pesantren mempunyai hubungan dengan lembaga keagamaan pra-Islam karena terdapat kesamaan di antara keduanya. Argumentasi Lombard begini: Pertama, tempat pesantren jauh dari keramaian, seperti halnya pertapaan bagi ‘resi untuk menyepi’, santri pesantren juga memerlukan ketenangan dan keheningan untuk menyepi dan bersemedi dengan tenteram. Pesantren seringkali dirintis oleh kiai yang menjauhi daerah-daerah hunian untuk menemukan tanah kosong yang masih bebas dan cocok untuk digarap. Seperti halnya rohaniawan abad ke-14 M, seorang kiai membuka hutan di perbatasan dunia yang sudah dihuni, mengislamkan para kafir daerah sekeliling, dan mengelola tempat yang baru dibabad.

Kedua, ikatan antara guru dan murid sama dengan ikatan antara kiai dan santri, yaitu ikatan ‘kebapakan’ dari orang ke orang, yang sudah tampil sebagai ikatan pokok pada zaman kerajaan Hindu-Budha, bahkan sudah ada sebelumnya. Ketiga, antara pesantren dan lembaga keagamaan pra-Islam atau dharma seperti juga antar pesantren serta kebiasaan lama untuk berkelana, yakni untuk melakukan pencarian ruhani dari satu pusat ke pusat lainnya. (hlm. 3).

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com