pesantreen dan terorisme (part l)

Pasca -11 September 2001, penyerbuan Afganistan dan Taliban serta serangkaian aksi pemboman di berbagai wilayah Indonesia telah memposisikan pesantren pada tempat yang tidak menguntungkan. Pesantren dituding sebagai sarang teroris. Peristiwa tersebut memunculkan nama-nama seperti Usamah bin Laden, Amrozi, Ali Imron, Hambali, Jabir, Fathurrohman Al-Ghozy, Ali Gufron, dan Mubarok. Sejumlah ‘alumni’ pesantren tersebut memang terbukti atau setidaknya disangka menjadi pelaku teror. Pemboman yang mengusung bendera Islam telah menyeret Islam ke dalam semua tragedi kemanusian tersebut. Pesantren sebagai basis massa Islam dipojokkan dan dirugikan dengan stigmatisasi sarang teroris.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana reaksi pesantren atas tudingan sebagai sarang teroris, mengapa sampai tudingan tersebut harus dilontarkan ke pesantren dan bagaimana strategi yang ditempuh pesantren dalam memulihkan citra yang terlanjur buruk. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Banyumas, dengan subjek penelitian kyai pesantren baik tradisional maupun modern dan santri. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan alasan metode ini memungkinkan untuk memperoleh kedalaman data. Subjek penelitian akan diambil secara purposif sedangkan data dikumpulkan dengan melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan tudingan sebagai sarang teroris bagi pesantren tidak terlalu berpengaruh secara internal. Dengan tetap berkeyakinan bahwa ajaran pesantren tidak keluar dari koridor keislaman pesantren terus mengembangkan faham yang inklusif, seperti tasamuh dan jihad dalam arti luas bukan fisik semata. Strategi pesantren dalam memulihkan citra dengan lebih memaknai jihad dalam konteks yang lebih luas. Jihad secara fisik dimungkinkan apabila umat Islam sudah dalam kondisi sangat tertindas sebagai bentuk pertahanan diri (jihad defensif ). Saran yang diajukan dari penelitian ini adalah bahwasannya : aparat terkait harus lebih bijak dalam menanggapi kasus-kasus terorisme. Sosialisasi mengenai sesatnya paham jihad yang dikembangkan oleh Imam Samudra harus secara terus menerus dilakukan di pesantren-pesantren. Perlu terus ditelusuri dan dilacak jejak para teroris agar dapat benar-benar ditemukan informasi yang sesungguhnya sehingga menghindarkan dari salah tuding. Penting untuk terus dibuka pintu dialog antara pemerintah, aparat, pesantren dan organisasi-organisasi keagamaan atau gerakan-gerakan keagamaan untuk menghindarkan dari kesalahpahaman dan dapat menumbuhkan kerjasama untuk saling membantu dalam melawan terorisme.

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com