pesantreen dan terorisme (part lv)

Untuk itu, jika runutan genetika pemikiran fiqh pesantren berujung pada al-Syafi’i, bisa dipastikan pemikiran fiqh moderatlah yang dikembangkan pesantren. Lebih tegas lagi, kitab-kitab acuan pesantren yang berhaluan Mazhab al-Syafi’i seperti Fath al-Mu’in, I’anah al-Thalibin, Taqrib, Kifayah, Muhaddzab, dan sebagainya, tak ada satupun yang mendorong munculnya aksi kekerasan. Andaipun kitab-kitab itu memaparkan jihad misalnya, yang pertama kali ditekankan bukanlah jihad dalam pengertian sempit mengangkat senjata. Kedua, kitab-kitab tasawuf. Dalam tradisi pesantren nusantara, secara umum kitab-kitab tasawuf yang diajarkan adalah karya-karya Muhammad al-Ghazali (w. 505 H), seperti Ihya ’Ulum al-Din atau Bidayah al-Hidayah. Di sana juga tak terdapat satupun ajaran yang menghendaki tindak kekerasan semisal terorisme. Bahkan, kelembutan muslim Indonesia lebih banyak diwarnai ajaran tasawuf itu.
Malah, Damarjati Supadjar, kala memberi pengantar buku Islam Jawa karya Mark R Woodward menulis, Islam yang pertama kali datang ke Indonesia berhaluan Syiah Batiniyyah yang bercorak sufistik. Dan sepanjang sejarah, tidak ada aksi terorisme yang diawali ajaran tasawuf, karena tasawuf cenderung diam menyikapi gejolak kehidupan. Martin van Bruinessen juga mengakui, pada mulanya tradisi pesantren lebih bernafaskan sufistik. (h. 20).

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com