Sejarah Pesantren (part II)

Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang lebih menekankan aspek moralitas kepada santri dalam kehidupan ini karenanya untuk nilai-nilai tersebut diperlukan gemblengan yang matang kepadanya, dan untuk memudahkan itu diperlukan sebuah asrama sebagai tempat tinggal dan belajar di bawah bimbingan seorang kyai. Pada kebanyakan pesantren dahulu, seluruh komplek bukan merupakan milik kyai saja, melainkan milik masyarakat,
hal ini disebabkan karena para kyai sekarang memperoleh sumber-sumber keuangan untuk membiayai pendanaan dan perkembangan pesantren dari masyarakat. Ada tiga alasan mengapa pesantren harus menyediakan asrama bagi santri, yaitu:
Pertama, kemasyuran seorang kyai dan kedalaman ilmu pengetahuannya tentang Islam menarik santri dari jauh, untuk dapat menggali ilmu dari kyai tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama. Para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya, dan menetap di kediaman kyai.Kedua, hampir semua pesantren berada di desa desa-desa, di mana tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung para santr, dengan demkian perlulah adanya suatu asrama khusus bagi para santri.
Ketiga, adalah sikap tinbaI balik antara kyai dan santri, di mana para santri menganggap para kyainya seolah-olah sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi.
2. Masjid
Masjid merupakan elemen yang paling penting, sebab masjid merupakan tempat pusat kegiatan yang ada bagi umat Islam. Charles Michael Stanton menulis bahwa pendidikan formal yang ada dalam Islam berawal dari Masjid, dengan kegiatan halaqah yang diadakan didalamnya. Begitu juga daIan pondok pesantren, masjid di jadikan sebagai pusat pendidikan, dan merupakan manivestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisionaI. Dengan kata lain, kesinambungan sistem pendidikan Islam tradisional terpusat pada masjid. Selain itu, seorang kyai yang ingin mengembangkan pasantren, bisanya yang pertama didirikan adalah masjid di dekat rumahnya, karena dengan demikian berarti Ia telah memulai sesuatu dengan simbol keagaman, yaitu Masjid yang merupakan rumah Allah, dimana di dalamnya dipenuhi dengan rahmat dan ridho Allah SWT .
3. Santri
Santri adalah siswa yang tinggal di pesantren, guna menyerahkan diri. ini merupakan prasyarat mutlak untuk memungkinkan dirinya menjadi anak didik kyai dalam arti sepenuhnya. Dengan kata lain, ia harus memperoleh kerelaan sang kyai, dengan mengikuti segenap kehendaknya dan melayani segenap kepentingannya. Pelayanan harus dianggap sebagai tugas kehormatan yang mrupakan ukuran penyerahan diri itu. Kerelaan kyai ini, yang dikenal dipesantren dengan nama "barokah", adalah alasan tempat berpijaknya santri di dalam menuntut ilmu. Menurut Zamaksani Dhofier, ada dua kelompok santri, yaitu:
a) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dan daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren.
b) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren.
4.Kitab Kuning
Kitab Kuning, pada umumnya dipahami sebagai kitab- kitab keagamaan berbahasa Arab, mengunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau, hususnya yang berasal dari Timur Tengah. Kitab Kuning mempunyai format sendiri yang khas dan warna kertas "kekuning-kuningan". Harus diakui, sulit untuk melacak kapan waktu persis mulai terjadinya penyebaran dan pembentukan awal tradisi Kitab Kuning di Indonesia. Historiografi tradisional dan berbagai catatan baik lokal maupun asing tentang penyebaran agama Islam di Indonesia, tidak menyebutkan judul- judul kitab yang digunakan di dalam masa-masa awal perkembangan Islam di Indonesia. Meski ada beberapa historiografi tradisional, seperti Hikayat Raja-raja Pasai, Sejarah Melayu, dan semacamnya juga menyinggung masalah-masalah yang berkenaan dengan syari’ah atau fiqih dan masalah-masalah keimanan.
Mereka umumnya tidak memberikan rujukan kepada kitab-kitab tertentu. Begitu pula, kitab undang-undang di berbagai kesultanan, yang sering mengutip ketentuan-ketentuan fiqih Syafi’i misalnya, juga tidak menjelaskan kitab rujukannya dan tentu saja tidak menyinggung apakah kitab-kitab itu juga bisa ditemukan di Nusantara. Penelitian Van den Berg tentang buku- buku yang digunakan di lingkungan pesantrnt di pulau Jawa dan Madura pada abad 19 memang mendaftar adanya kitab-kitab yang ditulis para ulama Timur Tengah sejak abad 9 dan seterusnya; tetapi ini tidak berarti bahwa kitab-kitab itu telah beredar di Indonesia tak lama setelah kitab-kitab tersebut ditulis pengarang atau penyalinnya di Timur Tengah.
5. Kyai
Menurut Martin Van Bruinessen, kyai merupakan unsur kunci dalam pesantren, karena itu sikap hormat (takzim) dan kepatuhan mutlak terhadap kyai adalah
salah satu nilai pertama yang ditanamkan kepada santri. Daudd Rasyid menambahkan, kyai dan santri akan berinteraksi secara kontiniu dan lama di pesantren, sehingga seluruh kegiatan santri dapat diawasi dan dibentuk oleh kyni. Kyai dengan karomahnya, adalah orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Allah dan rahasia alam. Dengan demikian, kyai dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau, utamanya oleh orang biasa. Karena karomahnya, santri dan masyarakat menyerahkan kekuasaan yang luas pada kyai, dan biasanya mereka percaya hanya orang-orang tertentu yang bisa mewarisi karomahnya tersebut seperi keturunannya dan santri kepercayaannya.

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com