Sejarah Pesantren (part III)

B. Pesantren dalam Sistem Pendidikan Islam
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan, sekaligus pusat penyebaran agama, sebagaimana yang diuraikan di atas, diperkirakan sejalan dengan gelombang pertama proses penyebaran agama Islam di daerah Jawa, dan sampai sekarang masih tetap bertahan, bahkan mengalami perkembangan dengan berdiri diberbagai daerah di Indonesia. Perkembangan pondok pesantren menunjukkan gejala naik, yaitu dengan berdirinya pondok-pondok pesantren baru, walaupun secara kualitatif masih dipertanyakan. Namun indikator kearah perbaikan kualitas telah tampak, yaitu dengan mengembangkan kegiatan-kegiatan baru yang mengaral pada penggabungan Pondok Pesantren dan sistem Sekolah Modern.
Ini menunjukkan bahwa pondok pesantren responsive, dan relevan terhadap perubaha an perkembangan masyarakat. Uraian di atas juga telah mmberikan petunjuk bahwa pondok pesantren mempunyai akar sejarah yang panjang. Selain itu, pondok pesantren juga mempunyai akar sosial yang kuat hingg menyentuh lapisan masyarakat paling bawah.
Sehingga dapat dipahami bila pengaruh dan peranannya pada masyarakat sekitarnya begitu luas. Melalui kajian sejarah, dapat diketahui bahwa pondok pesantren sebagai pusat perubahan-perubahan masyarakat lewat kegiatan penyebaran agama, seperti tercermin dalam berbagai pengaruh pondok pesantren terhadap kegiatan politik di antara para raja dan pangeran Jawa. Setelah Belanda datang, pondok pesantren menjadi pusat perlawanan dan benteng pertahanan rakyat, seperti dikemukakan oleh Sartono Kartodirjo bahwa pondok pesantren mempunyai pengaruh besar dalam mobilisasi masyarakat pedesaan untuk aksi-aksi protes terhadap masuknya birokrasi kolonial di pedesaan. Kehadiran dan peranan serta pengaruh pondok pesantren dalam panggung sejarah Indonesia, sampai Masa revolusi telah terbukti.
Ini merupakan bukti komitmen pesantren terhadap agama, bangsa, dan juga masyarakat Indonesia. Pada tahun 1640-1682, terjadi perjuangan yang sangat menentukan dalam sejarah Islam di Indonesia. Perjuangan itu adalah memperebutkan hegemoni antara kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa dengan kolonial Belanda.
Akhirnya perjuangan kerajaan Islam dapat dipatahkan oleh pihak Belanda. Setelah Belanda berhasil mencengkeramkan kekuasaannya di Indonesia, baik secara ekonomi maupun politik di Pulau Jawa, Beland segera melaksanakan pembatasan pengawasan yang ketat kepada Islam. Selain alasan politik dan keamanan,
Belanda juga mendukung misi kristenisasi. Ditegaskan oleh Zamaksyari Dhofier, bahwa orang Belanda pada waktu itu adalah penganut Calvinis Puritan yang sangat fanatis. Pembatasan dan pengawasan yang ketat terhadap Islam di kota, telah mengakibatkan adanya perpindahan pusat studi Islam ke daerah pedesaan yang mengambil bentuk pondok pesantren. Hal ini dikarenakan Islam di kota tidak lagi mampu berperan dalam pembentukan kehidupan kota, baik agama, maupun sosio-kultur.
Kota merupakan pusat politik Kolonial dan Kristen. Sementara wilayah pedesan menjadi pusat pertumbuhan pondok pesantren. Secara politis-geografis, pedesaan Iebih aman dari jangkauan Belanda, sehingga kyai lebih leluasa dalam proses kehidupan masyarakat setempat. Sejarah mencatat, peran yang besar dimainkan oleh pondok pesantren dalam perjuangan melawan Belanda Pertumbuhan dan perkembangan pondok pesantren, dan apa yang membuat pondok pesantren mampu bertahan seIama kurun waktu sejarah hingga sekarang ini, merupakan hal yang menarik, sehingga pondok pesantren masih eksis di tengah umat Islam, dan akan mampu bertahan di waktu yang akan datang. Terdapat dua faktor yang mendukung eksistensi pondok pesantren secara umum, yaitu meliputi faktor intern dan ekstern.
1. Faktor Internal
Pertama, Faktor Kemandirian: secara kelembagaan pondok pesantren mempunyai kemandirian. Kemandirian itu tercermin dalam figure kyai sebagai pemimpin dan pengasuh yang mempunyai otoritas penuh terhadap keseluruhan yang ada dilingkungan pesantren. Maju-mundurnya pesantren sangat tergantung dari ketokohan kyai yang memimpin dan mengasuhnya. Tradisi yang digunakan untuk menentukan kyai pengasuh pondok adalah tradisi turun-temurun diambil dari putra tertua laki-laki. Gambaran pondok pesantren seperti ini menunjukkan, bahwa dalam sistem tersebut menyerupai sebuah kerajaan kecil. Selain itu, kekuatan kemandirian juga tercermin dalam sisten pendidikannya. Pondok pesantren dalan menjalankan pendidikannya cukup mandiri dan merdeka, serta tidak terikat oleh suatu institusi atau lembaga lainnya. Ini ditentukan melalui kurikulum sistem pengajaran yang digunakan pengajar maupun lulusannya. Disamping itu, sistem pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dikenal dengan "sistem pondok".Dengan sistem ini, proses pendidikan dan pengajaran berIangsung terus menerus. Pengajaran dan pendidikan berlangsung, baik dalam kelas maupun di luar kelas,siang maupun malam.
Dalam sistem ini pula, hubungan antara ustadz atau kyai dengan santri atau siswa berlangsung dalam setiap waktu sehingga terpadu suasana perguruan dan kekeluargaan. Sistem pondok, dapat dikatakan sebagai pendidikan dan kemandirian langsung yang dilakukan oleh santri atau siswa santri atau siswa juga dihadapkan pada kehidupannya sendiri, yaitu pengaturan diri sendiri dari sejak pengambilan keputusan sampai pelaksanaannya. Solidaritas tumbuh secara wajar. Santri belajar saling menghormati dan menghargai, serta tenggang rasa. Sikap dan sifat keterbukaan dapat berkembang secara baik, sifat isolatif kurang atau tidak mendapatkan tempat. Santri atau siswa berkompetisi secara sehat dalam proses meraih prestasi.
Maksudnya, santri atau siswa tidak hanya melihat Prestasi dari santri atau siswa lainnya, tetapi santri atau siswa dapat belajar langsung dari temannya, bagaimana cara meraih prestasi: cara belajar, membagi waktu dalam tugas, dan lain sebagainya. Disinilah akan didapatkan sifat jujur untuk dirinya dan pada yang lain.
Keberhasilan dalam sistem pondok tidak lepas dari peranan kyai atau guru dalam memberikan pengaturan, pengawasan dan bimbingan yang disertai dengan keteladanan yang murni sebagai landasannya. Kemandirian Ini yang dimiliki pondok pesantren adalah dalam pendanaan operasional, dimana pesantren lebih mengutamakan pada santri dan masyarakat pendukungnya yang nantinya tidak mengikat pada kebijaksanaan pondok pesantren. Pembiayaan pondok pesantren hampir seluruhnya datang dari santri dan sebagian lain dari Masyarakat pendukung pondok pesantren. Sifat kemandirian dalam pembiayaan adalah keberhasilan dari lembaga pondok pesantren yang telah mampu menjalin jaringan aksi, baik terhadap lembaga, pemerintah dan masyarakat.
Kedua, Faktor Sistem Nilai dan Kultur: sistem Nilai dan Kultur yang didukung dan hidup di lingkungan pesantren lebih kuat dibandingkan dengan sistem nilai dan kultur di luar. Sistem nilai kultur yang hidup dan didukung oleh lingkungan pesantren, dapat ditelusuri dari ajaran pembentuk kehidupannya. Nilai dan kultur pesantren begitu tertanam kuat di kalangan santri sehingga setiap santri bertanggung jawab atas kelangsungan nilai dan kultur yang hidup dan didukungnya. Nilai dan kultur itu tercermin dalam sikap hidup, tradisi yang berlaku, serta seni yang hidup, dimana semuanya bersumber dan ajaran agama Islam.
2. Faktor Eksternal
Pertama, ditinjau secara kelembagaan, yaitu terdapat banyak "langgar-langgar" yang tersebar hampir d seluruh desa. Langgar merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang mempunyai banyak kesamaan dengan pondok pesantren. Bedanya hanya terletak pada santri tidak menetap dalam pondok. Sedangkan dalam sistem pendidikan dan pengajarannya, secara keseluruhan menyerupai pondok pesantren.
Langgar biasanya didirikan oleh seorang Kyai yang sebelumnya telah belajar ilmu agama Islam di pondok pesantren. Lembaga langgar merupakan faktor pen dukung utama bagi eksistensinya pondok pesantren karena dari lembaga inilah penyebaran informasi oleh seorang Kyai dapat berlangsung, untuk melanjutkan ilmu agama Islam ke dalam pondok pesantren.
Jadi kedudukan lembaga langgar adalah lembaga Islam tradisional tingkat dasar.Kedua, masyarakat Islam tradisional yang tersebar di wilayah pedesaan dilihat dari mata pencaharian masyarakat Islam tradisional adalah petani, buruh, pedagang, dan sebagian kecil pegawai. Pondok pesantren mempunyai pengaruh yang besar terhadap masyarakat Islam tradisional karena antara keduanya mempunyai hubungan tradisionaI, dimana pondok pesantren memberikan bimbingan agamaan, pelayanan pendidikan, serta kepemimpinan infomal. Sementara sebagai timbal baliknya, masyarakat Islam tradisional memberikan sumbangan dalam pendanaan, baik melalui infak dan sadaqah, maupun melalui santri-santri yang belajar dipesantren.
Dalam tradisi pesantren, metode dan sistem pengajaran, memiliki model-model non-klasikal, yaitu sistem pengajaran individual dengan menggunakan metode sorongan dan wetonan. Di daerah Jawa Barat metode wetonan disebut metode bandongan, sedangkan di daerah Sumatera dikenal dengan metode halaqah. Dua metode tersebut, sorongan dan wetonan merupakan ciri khas dalam pengajaran di pesantren, sekaligus sebagai metode yang tertua dan utama dalam pengajaran kitab-kitab kiasik (kitab kuning).
Kedua metode tersebut telah bertahan sejak awal sejarah Islam di Indonesia hingga sekarang dan terus dilestarikan, terutama di pondok pesantren salaf. Metode sorogan, yaitu cara mengajar dimana santri menghadap kyai atau ustadz seorang demi seorang, dengan menyodorkan kitab yang dipelajarinya. Cara pengajarannya yaitu kyai atau ustadz membacakan dan atau menyimak kitab yang berbahasa arab gundul (tanpa sandang apapun), kalimat demi kalimat kemudian diartikannya dalam bahasa Jawa, baru kemudian kyai atau ustadz menjelaskan secara keseluruhan. Kegiatan santri adalah menyimak sambil memberi catatan-catatän kecil dibawah atau disamping, atau ngesahi teks Arab sebagai bukti bahwa bagian tersebut telah dipelajari.
Metode sorogan merupakan sistem pengajaran individual yang sangat baik. Kyai atau ustadz dengan santri dapat langsung berinteraksi sehingga proses pengajaran dan pendidikan akan lebih bermakna. Pengajaran dengan metode sorogan merupakan bagian yang paling sulit dalam keseluruhan sistem pendidikan karena menuntut kesabaran, ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan santri. Kehandalan dan penggunaan sistem ini telah terbukti sangat efektif dan selektif sebagai taraf dasar, atau awal bagi seorang santri dapat meraih gelar seorang yang alim. Selain metode diatas terdapat juga metode lain, yaitu metode musyawarah: "Sistem belajar dalam bentuk musyawarah untuk membahas setiap masalah yang berhubungan dengan pelajaran santri, yaitu santri harus mempelajari dan mengkaji sendiri kitab-kitab yang telah ditunjukkan oleh kyainya.
Kyai hanya membimbing dan sebagai narasumber terakhir bila santri mengalami kesulitan. Metode ini sangat berguna untuk memecahkan masalah, mengembangkan kreatifitas, bakat dan keilmuan, serta menyalurkan pendapat didasarkan pada bukti dan acuan referensi. Selain itu sekarang ini telah dikembangkan sistem pengajaran klasikal yaitu sistem madrasah.Kedudukannya adalah sebagai pendamping dan ketiga metode di atas. Penggunaan sistem madrasah ini merupakan jawaban positif pesantren terhadap perkembangan dalam sistem pendidikan. Dengan adanya sistem madrasah, maka pesantren juga mulai memasukkan pelajaran-pelajaran umum, dan juga keterampilan-keterampilan tertentu bagi santrinya.

0 komentar:

Free Dragon Cursors at www.totallyfreecursors.com