Diposting oleh
jaki iskandar
di
07.28
Barangkali itulah pepatah yang paling tepat
untuk menggambarkan kondisi pesantren dengan adanya terorisme. Karena tindakan
segelintir pesantren yang dianggap menjadi medan reproduksi aksi kekerasan atas
nama agama, seluruh pesantren dicap sebagai produsen aksi teror. Padahal
faktanya, selama ini mayoritas pesantren justru menyebarkan nilai-nilai Islam
moderat yang toleran.
Namun kita perlu mafhum, dunia saat ini
adalah dunia di mana citra mengalahkan fakta. Kenyataan sebagus apapun akan
tertutup oleh selubung kabut citra yang buruk. Masyarakat internasional yang
sangat tergantung dengan media massa dalam menangkap berita memaknai suatu
peristiwa sesuai dengan konstruksi yang dibangun media. Ketika media massa,
terutama media Barat, menggambarkan pesantren sebagai “sarang teroris,”
masyarakat internasional tidak bisa lain kecuali mengafirmasinya. Hal ini
lantaran mereka kekurangan informasi pembanding yang bisa lebih menyeimbangkan
informasi yang tersaji dengan fakta yang sesungguhnya.
Ada dua hal yang perlu dicatat di sini.
Pertama, tudingan semacam itu bukan tidak berdasar. Kita harus jujur mengakui
bahwa barangkali memang ada pesantren tertentu yang melakukan hal-hal
sebagaimana yang ditudingkan. Pesantren jenis ini menjadi minoritas kreatif
(creative minority) yang rajin melakukan aksi dan menimbulkan riak lantang di
permukaan sehingga suara mereka jauh lebih keras terdengar. Pada saat yang
sama, ini catatan kedua, suara mayoritas pesantren yang sejatinya tidak setuju
dengan tindakan minoritas itu tidak begitu terdengar (silent majority) dan
kalah oleh hiruk pikuk yang diciptakan oleh minoritas yang lantang.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar