Nahdlatul
Ulama dilahirkan oleh para ulama, para intelektual dalam bidang agama.
Salah satu embrio yang menjadi penggerak berdirinya NU adalah Taswirul
Afkar, sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang keilmuan dan budaya
yang didirikan pada tahun 1922 di Surabaya. Disinilah para pemikir dan
intelektual NU mengkaji berbagai permasalahan keagamaan dan kebangsaan
yang dihadapi masyarakatnya yang waktu itu mengalami dinamika sangat
cepat.
Perjuangan dan pengorbanan para ulama dalam kemerdekaan
Indonesia, baik dalam ranah pemikiran maupun perjuangan fisik tak
sia-sia, dan NU terus memainkan perannya sesuai dengan konteks zaman
sampai sekarang ini. Keanggotaan NU juga semakin luas seiring tingginya
mobilitas masyarakat. Demikian pula, lahan garapan yang ditanganinya
semakin luas, seiring kembalinya NU menjadi organisasi sosial keagamaan
sejak tahun 1984.
Sedari dini ajaran keadilan ditekankan oleh seluruh aliran keagamaan yang ada di muka bumi, jauh hari sebelum urusan peribadatan dikenalkan. Itulah yang diyakini sebagai maksud utama turunnya agama, maqashidus syari’ah. Keyakinan akan kepentingan keadilan itu pula yang mengajarkan utamanya perlindungan terhadap hak keberagamaan sampai hak privat yang nondiskriminatif (hifdzud din sampai hifdzul ‘irdl), termasuk hak atas keadilan pangan.
Pada masa Nabi Muhammad membangun keberadaban Madinah, urusan keadilan pangan tidak lepas dari perhatiannya. Dalam banyak rujukan standard, salah satunya I’anatuth Tholibin (3-131), disebut bagaimana ketegasan Nabi SAW terhadap potensi ketidakadilan pangan karena ulah penimbunan yang menyebabkan melangitnya harga dan mengakibatkan rumah tangga miskin tidak mampu membeli makanan. Nabi menyebut para penimbun (muhtakir) itu sebagai dosa besar dan dikutuk oleh Allah (la’anahum Allah).
0 komentar:
Posting Komentar