Diposting oleh
jaki iskandar
di
07.10
Pesantren Kini
Bentuk,
sistem dan metode pesantren di Indonesia dapat dibagi kepada dua
periodisasi; Periode Ampel (salaf) yang mencerminkan kesederhanaan
secara komprehensif. Kedua, Periode Gontor yang mencerminkan kemodernan
dalam sistem, metode dan fisik bangunan. Periodisasi ini tidak menafikan
adanya pesantren sebelum munculnya Ampel dan Gontor. Sebelum Ampel
muncul, telah berdiri pesantren yang dibina oleh Syaikh Maulana Malik
Ibrahim. Demikian juga halnya dengan Gontor, sebelumnya telah ada –yang
justru menjadi cikal bakal Gontor- pesantren Tawalib, Sumatera.
Pembagian di atas didasarkan pada besarnya pengaruh kedua aliran dalam
sejarah kepesantrenan di Indonesia.
Sifat
kemodernan Gontor tidak hanya terletak pada bentuk penyampaian materi
yang menyerupai sistem sekolah atau perkuliahan di perguruan tinggi,
tapi juga pada gaya hidup. Hal ini tercermin dari pakaian santri dan
gurunya yang mengenakan celana dan dasi. Berbeda dengan aliran Ampel
yang sarungan dan sorogan. Hal ini bisa dimaklumi, mengingat para Kyai
salaf menekankan perasaan anti kolonial pada setiap santri dan
masyarakat, hingga timbul fatwa bahwa memakai celana dan dasi hukumnya
haram berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi: “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum (golongan), maka dia termasuk golongan itu”.
Dalam
hal ini, Gontor telah berani melangkah maju menuju perubahan yang saat
itu masih dianggap tabu. Namun demikian bukan tidak beralasan.
Penggunaan dasi dan celana yang diterapkan Gontor adalah untuk mendobrak
mitos bahwa santri selalu terkebelakang dan ketinggalan zaman. Prinsip
ini tercermin dengan masuknya materi bahasa inggris menjadi pelajaran
utama setelah bahasa Arab dan agama, dengan tujuan agar santri dapat
mengikuti perkembangan zaman dan mampu mewarnai masyarakat dengan segala
perubahannya.
Beberapa
reformasi dalam sistem pendidikan pesantren yang dilakukan Gontor
antara lain dapat disimpulkan pada beberapa hal. Di antaranya: tidak
bermazdhab, penerapan organisasi, sistem kepimimpinan sang Kyai yang
tdak mengenal sistem waris dan keturunan, memasukkan materi umum dan
bahasa Inggris, tidak mengenal bahasa daerah, penggunaan bahasa Arab dan
Inggris sebagai bahasa pengantar dan percakapan, olah raga dengan
segala cabangnya dan lain-lain. Oleh karena itu Gontor mempunayi empat
prinsip, yaitu: berbudi tinggi, berbadan sehat, berpikiran bebas dan
berpengetahuan luas.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar