Diposting oleh
jaki iskandar
di
07.12
kebijakan Pemerintah dan Pendidikan
Pemerintah
melalui Departemen Agama telah mengeluarkan kebijaksanaannya dalam
pendidikan, yaitu dengan SK Menag tentang penyelenggaraan pendidikan
agama. Maka berdirilah MI, Mts, Madrasah Aliyah dan IAIN dengan tujuan
mencetak ulama yang dapat menjawab tantangan zaman dan memberi
kesempatan kepada warga Indonesia yang mayoritas muslim mendalami ilmu
agama. Ijazah pun telah disetarakan dengan pendidikan umum sesuai dengan
SK bersama tiga menteri (Menag, Mendikbud, Mendagri). Dengan demikian
lulusan madrasah disetarakan dengan lulusan sekolah umum negeri.
Namun
demikian, setelah berjalannya proses kebijakan tersebut, terbukti masih
terdapat kelemahan-kelemahan, baik mutu pengajar, alumni (siswa) dan
materinya, sehingga cita-cita mencetak
ulama yang handal kandas di tengah jalan. Ha lini terbukti masih
dominannya lulusan pesantren dalam soal keagamaan. Bahkan lulusan
madrasah dapat dikatakan serba tanggung, menjadi seorang profesional pun
tidak, ulama pun tidak, Tidak heran bila banyak suara sumbang dan
kritikan tajam bahwa SK bersama tiga menteri di atas hanya sebuah upaya
pengikisan Islam dan keilmuannya melalui jalur pendidikan. Sehingga pada
waktunya nanti Indonesia akan mengalami kelangkaan ulama. Ini terbukti
dengan menjauhnya masyarakat dari madrasah. Mereka lebih bangga
menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah umum. Alasannya sederhana,
lulusan madrasah sulit mencari pekerjaan dibanding lulusan sekolah
umum, walaupun pendapat ini tidak seluruhnya benar, tapi demikianlah
yang kini berkembang di masyarakat.
Lebih
ironi lagi, pemerintah melarang alumni pondok pesantren non kurikulum
pemerintah untuk masuk IAIN. Alasannya karena mereka tidak memiliki
ijazah negeri atau karena ijazah pesantrennya tidak disetarakan dengan
ijazah negeri. Akibatnya IAIN hanya diisi oleh lulusan-lulusan madrasah
dan sekolah umum yang note bone mutu pendidikan agamanya sangat minim.
Padahal di tengah-tengah suasana globalisasi dan keterbukaan ,
kwalitaslah yang menjadi acuan, bukan formalitas.
Fenomena
di atas membuat beberapa pesantren mengadakan ujian persamaan negara
dan mengadopsi kurikulum pemerintah. Dan tentu saja segala konsekwensi
yang telah disebut di atas akan terjadi. Di samping karena hal itu
menjadi tuntutan masyarakat.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar