Pertanyaan besarnya: benarkah secara genetis pesantren terkait atau bahkan bermula dari doktrin-doktrin terorisme?
Geneologi Tradisi Pesantren
Dalam karya monumentalnya, Kitab Kuning, Indonesianis asal Negeri Kincir
Angin Martin van Bruinessen menulis, munculnya pesantren adalah untuk
mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yang terdapat dalam
kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad lalu. (1995: h. 17).
Dengan ujaran lain, tradisi, baik tradisi pemikiran maupun lelaku
yang berkembang di pesantren, tak lain merupakan implementasi
ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab klasik itu. Logika
sederhananya, jika pesantren dianggap sebagai produsen teroris, maka
ajaran-ajaran yang terhampar dalam kitab-kitab itu juga cerminan ajaran
teroris. Betulkah?
Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis berupaya menulusuri
kitab-kitab klasik apa saja yang diajarkan di pesantren dan apakah
ajaran kekerasan ala terorisme itu termuat di dalamnya.
Pertama, kitab-kitab fiqh. Hampir semua pesantren di nusantara ini
mengajarkan kitab-kitab fiqh yang berhaluan Mazhab al-Syafi’i. Itu
menunjukkan, secara geneologi, pemahaman fiqh pesantren di nusantara ini
tidak berujung pada bentuk fiqh yang kaku atau keras. Karena, Imam
Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 H) sebagai pencetusnya, dikenal
sebagai pemikir moderat. Ia berhasil memoderasi pemikiran fiqh Abu
Hanifah (w. 150 H) yang cenderung rasional-kontektual dan pemikiran fiqh
Malik bin Anas (w. 179 H) yang cenderung kaku dan rigid. al-Syafi’i
juga dikenal sebagai sosok penuh toleransi atas perbedaan.
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar